Indonesia sebagai salah satu negara berkembang memiliki angka kematian anak yang cukup tinggi disebabkan oleh berbagai hal seperti fasilitas kesehatan yang kurang memadai, kecelakaan lalu lintas, bencana alam,dan sebagainya. Bagi Negara, kematian seorang anak mungkin hanya berarti sebuah angka statistik namun bagi orangtua yang mengalami kematian anak, peristiwa ini bukanlah hal yang mudah dihadapi apalagi jika kematian anak terjadi secara mendadak (sudden death) melalui peristiwa yang pada dasarnya (pada awalnya) dianggap sebagai peristiwa yang tidak dapat menyebabkan kematian (peristiwa dengan sifat alami netral). Sebagai contoh: anak yang meninggal karena tenggelam di kolam renang. Kematian anak tersebut menjadi kematian mendadak karena peristiwa berenang di kolam renang pada dasarnya adalah peristiwa yang netral dan bukanlah peristiwa dengan sifat alami dapat menyebabkan kematian. Ketika menghadapi kematian anak mendadak orangtua akan mengalami complicated grief pada diri orangtua yang mengalami kematian anak mendadak dikarenakan seseorang harus berjuang menghadapi natur dari peristiwa traumatik itu sendiri sekaligus rasa kedukaan akibat kehilangan anak yang membuat proses kedukaan semakin rumit dan kompleks (Meyers, Golden & Peterson,2009). Pada umumnya, orangtua yang mengalami kematian anak mendadak juga akan terus-menerus dihantui oleh gambaran berulang seputar peristiwa kematian (Wolfelt,2009). Dalam kondisi kedukaan ini, orangtua membutuhkan suatu intervensi kedukaan yang disebut dengan Guided Grief dan Guided Morning yaitu suatu usaha pembimbingan orangtua yang mengalami kematian anak mendadak untuk menghadapi proses kedukaan dan menyelesaikan tugas kedukaan meliputi penerimaan realitas kematian, pembentukan makna peristiwa kematian, penghayatan rasa kepedihan, mengenang anak yang meninggal dan membentuk identitas baru sebagai orangtua. Jenis penelitian ini adalah penelitian terapan (applied research) dan bersifat kualitatif dilakukan kepada 4 orangtua yang mengalami kematian anak mendadak. Penelitian kualitatif dilakukan untuk menganalisa proses dan kebutuhan-kebutuhan orangtua yang mengalami kedukaan sehingga dapat dirancang suatu intervensi yang sesuai dengan kebutuhan tersebut. Penelitian kualitatif juga dilakukan untuk melihat pengaruh sistem terhadap proses kedukaan seseorang. Hasil penelitian menunjukkan proses kedukaan seseorang bukan hanya dipengaruhi oleh latar belakang individu seperti kepribadian, nilai-nilai yang dianut, pengalaman kehilangan sebelumnya,dll tetapi juga dipengaruhi oleh sistem keluarga di mana individu itu berada dan konteks di mana kedukaan itu terjadi. Sistem dalam suatu keluarga dapat memperingan atau mempersulit, mempercepat atau memperlambat proses kedukaan seseorang. Secara khusus, sistem hubungan suami-istri sangat menolong proses kedukaan seseorang. Ada kemungkinan seseorang akan lebih mudah atau lebih cepat ‘melakukan’ atau ‘menyelesaikan’ tugas kedukaannya ketika ada ada pihak yang menjadi barometer dalam keluarga, baik barometer nilai atau emosi. Kesamaan nilai spiritual antara suami-istri juga tampak mendukung proses kedukaan seseorang karena mempermudah terjadinya congruent grief. Intervensi kedukaan dibutuhkan untuk membantu orangtua menyelesaikan tugas kedukaan. Teknik konseling atau terapi yang digunakan harus disesuaikan dengan tugas kedukaan yang belum dapat diselesaikan. Untuk tugas kedukaan penerimaan realitas kematian dan pembentukan makna maka dapat diberikan intervensi berbasis pendekatan kognitif karena berdasarkan hasil penelitian proses penyelesaian kedua tugas kedukaan tersebut melibatkan banyak dialog kognitif dalam diri individu yang mengacu pada sistem nilai dan keyakinan individu. Untuk tugas kedukaan penghayatan rasa kepedihan dan mengenang anak yang meninggal dapat diberikan intervensi berbasis pendekatan perilaku dengan 2 tujuan umum yaitu memunculkan penghayatan kepedihan untuk individu yang mengalami emotional numbness dan mengarahkan penghayatan kepedihan untuk individu yang mengalami emotional flooding. Untuk tugas kedukaan pembentukan identitas baru dapat diberikan intervensi berupa pendekatan naratif untuk membantu individu membuat skenario ulang kehidupannya. Intervensi juga dapat dilakukan untuk membantu orangtua menghadapi berbagai isu-isu seputar peristiwa kematian seperti kesempatan untuk mengucapkan kata-kata perpisahan terakhir kali, penyampaian rasa penyesalan dan bersalah, dll. Saran diberikan untuk penelitian selanjutnya dan bagi para praktisi yang bekerja dalam pendampingan kedukaan. Peneliti menyarankan dilakukannya penelitian lanjutan mengenai (1) kebutuhan intervensi kedukaan dalam konteks peristiwa kematian lainnya, misalnya kematian pasangan hidup, kematian orangtua, dan sebagainya, (2) penelitian mengenai kriteria kondisi penerimaan untuk menentukan sejauhmana seorang individu dapat dikatakan telah dapat menyelesaikan tugas penerimaan realitas kematian. Para praktisi pendamping kedukaan disarankan untuk mulai melihat kedukaan yang dialami seseorang dengan pendekatan system mengingat proses kedukaan merupakan sesuatu yang kompleks karena melibatkan banyak faktor, aspek hidup dan situasi sosial budaya. |