Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan pemerintah, dimana kontribusinya cukup besar untuk pembiayaan pembangunan. Salah satu jenis pajak tersebut adalah Pajak Penghasilan (PPh) yang merupakan salah satu penyumbang dana terbesar ke kas negara. PPh yang akan dibahas dalam skripsi ini terbatas pada Pajak Penghasilan dari kegiatan usaha atau pekerjaan yaitu PPh Pasal 21. Pengertian penghasilan yang dimaksud tersebut adalah penggantian atau imbalan yang berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lain. Pelaksanaan perhitungan, pemotongan dan pelaporan PPh Pasal 21 di PT Asuransi Harta Aman Pratama yang terdiri dari karyawan tetap, pegawai dinas luar asuransi dan tenaga ahli belum sepenuhnya sejalan dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 yang telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK/2008. Hal ini disebabkan karena PT Asuransi Harta Aman Pratama tidak menerapkan PTKP dengan status TK/0 untuk karyawati kawin, tidak menerapkan penghitungan yang diatur dalam PER-57/PJ/2009 secara berlaku surut dimulai dari masa pajak Januari 2009 dan juga tidak membulatkan PKP kebawah dalam bentuk ribuan penuh Untuk penyetoran PPh Pasal 21 setiap masa pajak selama tahun 2009, PT Asuransi Harta Aman Pratama telah melaksanakan tepat waktu yaitu tidak melebihi batas waktu yang telah ditentukan yaitu tanggal 10 bulan takwim berikutnya, penulis menemukan bahwa PT Asuransi Harta Aman tidak mendahulukan penyetoran menggunakan sisa kelebihan PPh Pasal 21 dari masa pajak sebelumnya, hal ini dikarenakan PT Asuransi Harta Aman Pratama melakukan penyetoran melalui sudut pandang perorangan, bukan secara global. Sedangkan untuk pelaporan SPT Masa selama tahun 2009, PT Asuransi Harta Aman Pratama pernah melakukan pelaporan melewati batas waktu yang telah ditentukan yaitu melewati tanggal 20 bulan takwim berikutnya sehingga PT Asuransi Harta Aman Pratama dikenakan sanksi administrasi berupa denda Rp.100.000,- ( Seratus Ribu Rupiah ) setiap kali ada keterlambatan pelaporan. |