Studi Kasus ini membahas tentang persekongkolan tender Give Away Haji PT. Garuda Indonesia dalam Putusan KPPU No 09/KPPU-L/2008. Permasalahan yang diangkat dalam studi kasus ini yakni mengapa PT Seruni Indah serta panitia tender tidak dinyatakan ikut terlibat dalam pelanggaran Pasal 22, apakah dasar-dasar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri dalam upaya hukum keberatan untuk membatalkan putusan KPPU sudah tepat, jelas, dan logis, serta mengapa Mahkamah Agung menguatkan kembali putusan KPPU. Dari permasalahan tersebut, Penulis menemukan fakta bahwa Rekaman pembicaraan pada tanggal 13 Juni 2007 juga ikut melibatkan PT. Seruni Indah yang turut merencanakan penentuan pemenang paket tender pada tanggal 24 April 2007 dan jika dikaitkan dengan kriteria Pasal 22 Undang-Undang No 5 Tahun 1999 PT Seruni Indah jugamemenuhi semua unsur tersebut. Selain itu, panitia tender di dalam penyelenggaraan tendernya tidak melaksanakan prosedur penyelenggaraan tender dengan baik dan mencerminkan bahwa terdapat persekongkolan vertikal di dalam tender ini. Di dalam upaya hukum keberatan, berbagai pertimbangan yang dilakukan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat untuk membatalkan putusan KPPU No 09/KPPU-L/2008 tidaklah tepat, jelas, dan logis. Alat bukti yang diajukan oleh KPPU sah dan telah memenuhi minimal alat bukti serta saling mendukung satu sama lain. Mahkamah Agung dalam upaya hukum Kasasi menguatkan kembali putusan KPPU karena majelis hakim pengadilan negeri telah melakukan kesalahan dalam penerapan hukum. Selain itu, majelis hakim pengadilan negeri juga telah mengakui keberadaan dokumen harga penawaran dan keterangan saksi akan tetapi mengeyampingkannya, hal ini mencerminkan bahwa hakim bersikap tidak profesional dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagaimana yang diatur dalam UU No 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman |