Kondisi yang dialami oleh bangsa Indonesia sangat kompleks sehingga membutuhkan penanganan yang lebih serius. Salah satu kondisi yang dialami oleh bangsa Indonesia adalah krisis ekonomi. Meskipun telah dilakukan upaya untuk mengatasi krisis ekonomi melalui reformasi dibidang ekonomi, hasilnya masih belum memadai. Salah satu sarana untuk mendapatkan dana adalah Jaminan. Jaminan merupakan hal yang penting dalam perjanjian kredit, karena dengan adanya jaminan maka seandainya debitur tidak melaksanakan kewajibannya, kreditur dapat memperoleh pelunasan dari penjualan jaminan yang ada. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata namun ada juga jaminan yang tidak di atur di dalam KUHPER, salah satunya adalah Jaminan Fidusia ( UU No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia). Perjanjian fidusia merupakan perjanjian jaminan hutang yang bersifat assesoir (perjanjian tambahan). Perjanjian assesoir tidak mungkin berdiri sendiri tanpa perjanjian pokoknya. Dalam Perjanjian Fidusia, yang menjadi perjanjian pokoknya adalah perjanjian hutang piutang yang ditimbulkan oleh para pihak. Perjanjian jaminan fidusia dapat di atur di dalam perjanjian leasing, namun perjanjian tersebut dikatakan sebagai perjanjian di bawah tangan. Perjanjian Fidusia yang tidak di daftarkan ke Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia dianggap bukan perjanjian jaminan fidusia. Maksudnya adalah obyek jaminannya bukan obyek jaminan fidusia. Dengan melakukan pendaftaran jaminan fidusia, maka obyek jaminan fidusia nya baru terjadi. Cara pengeksekusiannya pun berbeda padahal sebenarnya dengan adanya sertifikat Jaminan Fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial, namun pada kenyataannya masih banyak kreditur melakukan eksekusi dengan meminta bantuan dari pengadilan, karena mereka tidak melakukan pendaftaran jaminan obyek fidusia yang membuat lemahnya hak yang dimiliki oleh kreditur. |