Di era globalisasi, kerjasama di berbagai bidang menjadi sangat penting, terutama dalam bidang perdagangan antar negara. Setiap negara anggota WTO wajib mentaati seluruh ketentuan-ketentuan yang diakomodasi oleh WTO dan kewajiban-kewajiban dalam kerjasama perdagangan internasional. Dalam proses menjalankan perdagangan tentunya tidak lepas adanya hambatan-hambatan yang dapat merugikan para pihak, salah satunya tentang praktek dumping. Praktek dumping merupakan tindakan yang tidak fair dalam dunia perdagangan, karena akan menimbulkan kerugian bagi industri dalam negeri suatu negara. Indonesia pernah dituduh melakukan dumping atas ekspor kertas ke Korea Selatan dan dikenakan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD). Berdasarkan latar belakang itu, Penulis mengangkat masalah tentang tuduhan praktek dumping dan penyelesaian sengketa atas tuduhan dumping kertas Indonesia oleh Korea Selatan. Untuk menganalisa masalah ini digunakanlah metode penelitian Yuridis Normatif dan Empiris. Melalui penyelidikan oleh Panel DSB, ternyata Indonesia tidak terbukti melakukan dumping karena pengenaan BMAD tidak sesuai dengan Perjanjian Anti Dumping WTO. Panel menyatakan adanya kesalahan Korea Selatan dalam membuktikan kerugian serta perhitungan marjin dumping. Korea pun harus menghentikan pengenaan BMADnya terhadap Indonesia. Namun, setelah melalui penyelidikan oleh Korean Trade Commission (KTC), mereka menghentikan pengenaan BMAD atas kertas asal Indonesia, karena terbukti tidak ada kerugian berlanjut di industri Korea Selatan. Menanggapi hal ini, Pemerintah harus mengambil tindakan tegas agar keputusan KTC segera dipublikasikan, sehingga penghentian BMAD terhadap kertas asal Indonesia segera direalisasikan. |