Dalam hubungan dokter pasien pada umumnya dokter memiliki peranan utama dan memiliki posisi yang dominan, sedangkan pasien pasif menunggu tanpa wewenang untuk melawan. Posisi demkian ini secara historis telah berlangsung selama bertahun-tahun, dimana dokter memegang peranan utama, baik karena pengetahuan dan keterampilan khusus yang ia miliki, maupun karena kewibawaan yang dibawa olehnya, sebagai pihak yang memiliki otoritas pengobatan hubungan antara pasien dengan dokter saat ini dianggap sebagai perjanjian perdata. Apabila pasien berobat di Rumah Sakit ada 2 (dua) bentuk perawatan, antara lain: rawat inap dan rawat jalan. Pada pasien yang rawat jalan maupun rawat inap mungkin perlu dilakukan operasi karena penyakit yang diderita pasien memerlukan tindakan operasi. Pada pasien yang yang menjalani operasi hasil yang didapatkan oleh pasien bisa bermacam-macam antara lain: sembuh, sakit, makin parah maupun meninggal dunia. Dalam hal operasi terdapat sudatu tim yang terdiri dari dokter bedah, dokter anestesi, perawat dan rumah sakit. Berdasarkan Doktrin Captain Of The Ship dokter bedah bertanggung jawab terhadap semua kesalahan yang dilakukan oleh anggota tim. Dokter anestesi bertanggung jawab secara tersendiri terlepas dari tim bedah. Malpraktek dalam bidang anestesi dapat terjadi dalam bentuk kesalahan dalam pemberian obat anestesi, lalai atau wanprestasi yang dapat mengakibatkan cacat, tidak sadarkan diri maupun meninggal dunia. Dokter anestesi dapat digugat apabila ia telah terbukti melakukan suatu tindakan atau kesalahan berupa perbuatan melawan hukum yang diatur dalam pasal 1365 KUHPerdata, kelalaian dalam pasal 1366 KUH Perdata, wanprestasi dalam pasal 1234 KUHPerdata, dan tanggung jawab atasan yang diatur dalam pasal 1367 KUHPerdata dari gugatan tersebut pasien mendapatkan ganti rugi. |