Rumah Sakit merupakan salah satu jaringan kesehatan yang penting, berkaitan dengan tugas, beban dan harapan yang dikaitkan dengannya. Dalam kegiatan rumah sakit, sesuai dengan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE-06/PJ.52/2000, menyatakan bahwa terhadap penyerahan obat-obatan kepada pasien rawat inap dan pasien gawat darurat dikecualikan dari pengenaan PPN karena dianggap sebagai bagian dari jasa rumah sakit, sedangkan bagi rawat jalan dikenakan PPN. Tujuan penelitian adalah: (1) Untuk menganalisis perhitungan pengenaan PPN atas obat-obatan di Apotik Rumah Sakit Tibet, Jakarta Selatan, (2) untuk menganalisis pengakuan pendapatan dan beban operasional yang diterapkan pada Rumah Sakit Tibet, Jakarta Selatan. Rumah Sakit Tibet hingga tahun 2009 adalah suatu badan yang masih belum Non-PKP untuk pengenaan PPN, tetapi memiliki kewajiban untuk mendapatkan pengukuhan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP), karena dalam transaksi-transaksi penyerahan yang dilakukan oleh Rumah Sakit Tibet terdapat transaksi yang terhutang PPN tersebut mengharuskan Rumah Sakit Tibet menjadi PKP. Total utang PPN yang harus dibayarkan oleh Rumah Sakit Tibet ketika menjadi PKP pada periode Desember 2009, yaitu sejumlah Hutang PPN, ditambah dengan sanksi administrasi PPN , dengan jumlah sebesar Rp. 395,976,805. Dari sisi beban/biaya dengan Non-PKP, besarnya PPN Terutang menjadi lebih besar yang denganya beban/biaya bertambah dikarenakan beban pajak pada saat pengukuhan menjadi PKP. Rumah Sakit Tibet harus segera menjadi PKP karena Rumah Sakit Tibet juga akan berhak untuk memungut PPN atas pendapatannya yang terhutang PPN dan dapat mengkreditkannya dengan Pajak Masukan. Dengan keadaan ini, maka Rumah Sakit Tibet akan lebih diuntungkan, karena tidak perlu membebankan terlalu besar Pajak Masukan ke dalam Harga Pokok Penjualan dan jumlah hutang PPN-nya juga menjadi lebih kecil, karena dapat mengkreditkan Pajak Masukan (PM). |