Self Efficacy adalah gambaran penilaian mengenai kapabilitas yang diyakini individu dalam melakukan suatu tugas yang spesifik dalam situasi tertentu. Konsep self efficacy tidak merujuk pada konsep kepercayaan diri secara global, namun merujuk pada kepercayaan diri seseorang dalam situasi dan tugas yang spesifik. Ketika seseorang menghadapi keadaan yang spesifik atau melakukan tugas tertentu, di saat itulah self efficacy terlihat. Self efficacy berpengaruh terhadap jenis aktifitas dan tingkat kesulitan sebuah tugas yang hendak dipilih. Sumber self efficacy antara lain pengalaman di masa lalu (actual performance), pengalaman orang lain (vicarious experiences), dukungan secara verbal (verbal persuasion), dan keadaan emosi (emotional arousal). Self efficacy terukur dari empat proses psikologis yaitu cognitive, affective, motivational, dan decision process. Adversity quotient adalah kemampuan seseorang menghadapi sebuah kesulitan dan tantangan yang dihadapinya, kemudian memberikan respon berdasarkan dimensi control, origin dan ownership, reach, dan endurance. Keempat dimensi ini digunakan untuk mengukur adversity quotient. Faktor-faktor pembentuk dalam adversity quotient berasal dari komponen kinerja, bakat dan kemauan, kecerdasan, kesehatan, dan karakter, genetika, pendidikan, dan keyakinan. Faktor tersebut membentuk tiga jenis orang menurut tingkat adversity quotient yang dimiliki, yaitu individu yang berhenti (quitters), individu yang berkemah (campers), para pendaki (climbers). Dalam menghadapi tantangan, respon ketiga tipe orang tersebut berbeda-beda. Respon dan perilaku tersebut akan terlihat berdasarkan dimensi control, origin dan ownership, reach, dan endurance yang akan membedakan ketiga tipe orang tersebut. Self efficacy dan adversity quotient akan menjadi fokus dalam penelitian ini. Setiap individu perlu memiliki meningkatkan self efficacy dalam melihat kemampuan diri, dan individu perlu meningkatkan adversity quotient dalam setiap usaha yang dikeluarkan di saat menghadapi suatu tantangan. Tujuan penelitian ini adalah melihat hubungan antara self efficacy dengan adversity quotient. Peneliti memilih jenis penelitian korelasional dan menggunakan metode pengumpulan data skala penilaian untuk mengukur self efficacy dan adversity quotient. Instrumen self efficacy terdiri dari 119 pernyataan yang telah diujicobakan, sebanyak 47 pernyataan dinyatakan valid dan reliabilitas instrumen sebesar 0,956. Instrumen adversity quotient terdiri dari 88 pernyataan telah diujicobakan, sebanyak 30 pernyataan dinyatakan valid dan reliabilitas instrumen sebesar 0,936. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan positif yang signifikan sebesar 0,398 antara self efficacy dengan adversity quotient. Ini berarti, semakin tinggi tingkat self efficacy diri seseorang, akan semakin tinggi pula tingkat adversity quotient. Sebaliknya, semakin rendah tingkat self efficacy seseorang, maka akan semakin rendah tingkat adversity quotient. Saran peneliti bagi program studi Bimbingan dan Konseling adalah program studi harus membekali ilmu bimbingan dan konseling pada mahasiswa terutama peminat pendidikan di mana akan sering menghadapi siswa/i. Pembekalan yang dapat diberikan berupa pelatihan atau program praktek lapangan yang bisa lebih menambah keterampilan mahasiswa untuk membuat pengajaran dan memotivasi bagi siswa/i untuk meningkatkan self efficacy, agar siswa memiliki konsep yang positif mengenai kemampuan diri yang dimiliki. Self efficacy yang tinggi secara positif akan membantu meningkatkan kemampuan siswa untuk meningkatkan adversity quotient sehingga daya juang dan usaha yang dikeluarkan bisa lebih maksimal. |