Penerimaan diri berkaitan dengan sikap positif seseorang terhadap dirinya sendiri, dimana individu mampu menerima baik kelebihan-kelebihan maupun kelemahan-kelemahan dalam dirinya. Remaja (adolescence) adalah individu yang mengalami perkembangan transisi dari anak-anak ke masa dewasa yang mengalami suatu perubahan dalam hidupnya baik secara fisik, kognitif, emosional, dan sosial. Salah satu karakteristik remaja adalah masa pencarian identitas diri dan kebingungan identitas (identity vs identity confusion). Remaja yang memiliki penerimaan diri yang baik tampak pada pemahaman tentang diri sendiri, harapan realistik, dukungan lingkungan, sikap sosial yang menyenangkan, situasi emosional, keberhasilan, identifikasi diri, pola asuh dan konsep diri. Salah satu masalah yang dihadapi banyak remaja adalah perceraian orang tua. Akibat dari perceraian orang tua, remaja mengalami pengasuhan orang tua tunggal (single parenting). Orang tua tunggal adalah orang tua baik seorang ayah atau seorang ibu yang membesarkan, mendidik, merawat, dan bertanggung jawab bagi anak-anaknya secara perorangan karena kasus perceraian orang tua. Dalam penelitian ini orang tua tunggal yang dimaksud adalah ayah. Subjek penelitian ini adalah dua siswi SMP Regina Pacis Bogor. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang faktor-faktor pendukung penerimaan diri dua remaja puteri korban perceraian dengan ayah sebagai orang tua tunggal. Jenis penelitian ini adalah studi kasus. Studi kasus adalah sebuah penelitian rinci tentang seseorang atau sesuatu unit selama kurun waktu tertentu. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi dan wawancara mendalam terhadap kedua kasus tersebut. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perceraian orang tua tidak secara langsung berdampak pada penerimaan diri remaja puteri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola asuh orang tua merupakan faktor yang sangat berperan dalam penerimaan diri remaja puteri korban perceraian orang tua. Berdasarkan penelitian ini terlihat bahwa remaja puteri korban perceraian yang diasuh dengan pola asuh auhoritative mengalami penerimaan diri yang lebih baik dibandingkan remaja puteri yang diasuh dengan pola asuh neglectful (cuek). Saran yang dapat disampaikan kepada konselor sekolah/guru BK adalah dapat memberikan konseling individual, khususnya bagi remaja puteri korban perceraian orang tua agar remaja dapat mengatasi kekurangannya dan melihat kelebihan yang ada pada dirinya, sehingga mampu menerima dirinya ke arah yang lebih baik. |