Seorang penampil musik yang handal ialah seseorang yang memiliki kemampuan yang tinggi di berbagai area yang berbeda. Musik klasik mempunyai karakteristik yang berbeda dengan musik jazz maupun pop. Dalam menampilkan musik klasik, pelajar dituntut untuk memiliki teknik bermain dengan detil yang akurat dimana pelajar musik klasik mengembangkan kemampuan mereka dengan berlatih secara individual sehingga tampil di depan publik menjadi suatu tekanan tersendiri. Kecemasan untuk menampilkan musik klasik diistilahkan dengan musical performance anxiety yang selanjutnya akan disingkat MPA. Reaksi MPA mencakup reaksi fisiologis, kognitif, dan tingkah laku dimana ketiga reaksi tersebut berdampak negatif terhadap penampilan musik klasik. Diasumsikan 50% dari semua musisi mengalami musical performance anxiety (Lehmann, Sloboda & Woody, 2007). Oleh karena itu, diperlukan strategi coping yang tepat dalam menghadapi MPA. Sayangnya MPA masih merupakan topik yang kurang dipahami terutama di Indonesia. Selain itu, terdapat perbedaan pendapat mengenai strategi coping yang tepat dalam menghadapi MPA. Maka itu, tujuan penelitian ini ialah untuk memperoleh gambaran mengenai MPA dan strategi coping terhadap MPA dari pelajar musik klasik. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan melakukan wawancara terhadap empat orang subjek berusia 14-19 tahun terkait dengan penelitian sebelumnya dan karakteristik remaja dimana kelompok usia 14-19 tahun paling rentan untuk mengalami MPA. Semua subjek mempelajari piano klasik tingkat lanjutan. Hasil penelitian menunjukkan semua subjek mengalami sensasi somatik dan kognitif akibat MPA sehingga berdampak negatif pada penampilan musik mereka. Tiga dari empat subjek lebih nyaman tampil dalam konteks kelompok dan karakteristik penonton sangat menentukan kecemasan yang dialami. Keempat subjek mengalami kesulitan berkonsentrasi dan selalu menilai penampilan mereka. Strategi coping yang digunakan ialah task-oriented, emotion-oriented, dan avoidanceoriented. Tidak semua subjek merasa strategi coping yang mereka gunakan efektif dalam menghadapi MPA. Strategi coping emotion-oriented hanya efektif dalam jangka pendek sehingga kecemasan yang dirasakan dapat muncul kembali. Strategi coping task-oriented tidak dapat dijadikan satu-satunya pegangan, begitupun dengan strategi coping avoidance-oriented. Faktor yang mempengaruhi munculnya MPA pada tiap subjek ternyata bervariasi, sehingga strategi coping yang efektif dalam menghadapi MPA bisa berbeda pada masing-masing subjek tergantung kesesuaian antara faktor yang mempengaruhi MPA dengan strategi coping yang digunakan. |