Guru pernah mempunyai status yang sangat tinggi dalam masyarakat, dalam sejarah keguruan di Indonesia. Guru dianggap mempunyai wibawa yang sangat tinggi, dan orang yang serba tahu. Kemudian, dalam perkembangan selanjutnya, sekolah dianggap sebagai suatu bisnis baru yang menjanjikan yang berakibat pada banyaknya pembangunan sekolah yang tidak disertai dengan tercukupinya penyediaan guru. Banyak lulusan FKIP (Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan) yang memilih untuk tidak bekerja sebagai guru dan banyak juga lulusan non-FKIP yang bekerja sebagai guru dengan alasan sulitnya mendapatkan pekerjaan di perusahaan, padahal tidak memiliki keahlian sebagai seorang pendidik. Jika nantinya guru FKIP dan non-FKIP merasa cocok untuk bekerja di sekolah, maka mereka akan tetap berada di sekolah tersebut. Namun, jika tidak cocok, maka akan muncul keinginan untuk keluar dan mencari pekerjaan yang lebih baik. Hal ini dapat dibahas dengan konstruk komitmen. Selain itu, komitmen juga dapat meramalkan performa kerja dan keinginan untuk absen dari sekolah. Kemudian, komitmen pada guru FKIP dan non-FKIP juga dikaitkan dengan cognitive dissonance yang merupakan suatu dorongan atau perasaan tidak nyaman dan tidak menyenangkan ketika berada pada keadaan yang tidak sesuai dengan konsep dirinya. Seorang guru, baik yang berasal dari FKIP dan non-FKIP sama-sama bisa mengalami cognitive dissonance dan cara penanganan situasi cognitive dissonance tersebut dampaknya dapat berbeda untuk masing-masing kelompok guru. Komitmen terbagi menjadi tiga komponen yang berdiri sendiri, yaitu afektif yang melibatkan perasaan nyaman terhadap organisasi, kontinuan yang berkaitan dengan keuntungan yang didapat selama bergabung dengan organisasi dan normatif yang berkaitan dengan perasaan “wajib” untuk bekerja di organisasi. Peneliti ingin melihat gambaran perbedaan komitmen afektif, kontinuan dan normatif antara guru SMA swasta yang berasal dari FKIP dan non-FKIP. Untuk melihat perbedaan tersebut, peneliti menggunakan uji beda Mann-Whitney terhadap 129 orang guru yang tersebar antara 83 guru lulusan FKIP dan 46 guru lulusan non-FKIP. Berdasarkan hasil penelitian ini, terdapat perbedaan gambaran komitmen afektif, kontinuan dan normatif antara guru SMA swasta lulusan FKIP dan non-FKIP. Selain itu, dengan analisis One-Way ANOVA, didapatkan bahwa komitmen afektif dan normatif juga berhubungan positif dengan lama bekerja dan tidak berhubungan dengan usia, jenis guru bidang studi dan jenis kelamin. |