Di beberapa sekolah di Indonesia, sistem tidak naik kelas dianggap sebagai tindakan koreksi yang efektif terhadap kasus kegagalan akademis yang dialami siswa (Brophy, 2001). Namun guru dan orang tua tidak mempertimbangkan bahwa kejadian ini akan mempengaruhi Self-esteem (Kenny, 1989). Menurut Coopersmith dan Feldman (dalam McInerney 2001), pandangan remaja terhadap dirinya (Self-esteem) dipengaruhi oleh penerimaan lingkungan dan orang terdekat (significant others) serta kepercayaan kepada significant others, yaitu orang tua, guru dan peer group atau teman sebaya. Akan tetapi, salah satu konsekuensi dari tidak naik kelas yang diterima siswa adalah perlakuan yang negatif dari lingkungan, sehingga terjadi penurunan self-esteem. Byrne dalam McInerney (2001) menyatakan bahwa self-esteem memiliki hubungan dengan aspek motivasi pada pencapaian prestasi akademis siswa. Dengan kata lain, self-esteem merupakan faktor yang penting dalam memfasilitasi dorongan siswa dalam berprestasi atau disebut juga motivasi berprestasi. Motivasi berpestasi adalah dorongan yang mengarahkan tingkah laku seseorang dengan menitikberatkan pada tercapainya suatu prestasi tertentu dan penekanannya pada bagaimana mencapai tujuan tersebut (McClelland dalam Tarigan, 2006). Dari hasil pencarian data di sekolah yang memiliki siswa yang tidak naik kelas, ditemukan bahwa siswa yang tidak naik kelas memiliki self-esteem yang rendah, tetapi motivasi berprestasi beragam. Beberapa siswa menunjukkan perilaku motivasi berprestasi mereka rendah, yaitu sering membolos, tidak menyelesaikan tugas tepat waktu, dan membuat kekacauan di kelas. Penelitian ini bertujuan untuk mengklarifikasi apakah terdapat hubungan antara self-esteem dan motivasi berprestasi pada siswa berusia remaja yang tidak naik kelas. Pengumpulan data dilakukan dengan alat ukur Coopersmith Self-esteem Inventory (CSEI) untuk pengukuran self-esteem dan kuesioner Motivasi Berprestasi yang dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan domain. Subyek penelitian sebanyak 35 orang dengan teknik purposive sampling. Skor yang diperoleh dari masing-masing alat ukur dikorelasi dengan pearson product moment. Hasilnya, terdapat hubungan yang signifikan antara Self-esteem dan motivasi berprestasi. Hasil lain yang diperoleh adalah terdapat perbedaan rata-rata skor pada tiap domain self-esteem (general self, academic, family, dan social peers), dimana lingkungan akademis memiliki nilai rata-rata paling tinggi. Hal ini menjelaskan bahwa pada siswa yang tidak naik kelas, siswa paling diterima di lingkungan akademis. Nilai rata-rata yang paling kecil adalah lingkungan keluarga, yang berarti penerimaan keluarga sangat kecil bagi siswa yang tidak naik kelas. Secara teoritis, terdapat perbedaan antara self-esteem siswa dan siswi, begitu juga pada motivasi berprestasi. Namun, dalam penelitian ini perbedaan tersebut tidak terlihat. Kemungkinan disebabkan jumlah subyek yang sedikit dan durasi pengisian yang sempit. Keterbatasan jumlah subyek menjadi keterbatasan penelitian ini. |