Dalam dunia paten Indonesia masih banyak perdebatan mengenai permasalahan cakupan invensi yang dapat diberi paten, khususnya pada suatu penemuan metode bisnis. Disebutkan dalam Penjelasan UU No. 14 tahun 2001, metode bisnis tidak masuk ke dalam cakupan invensi, yang berarti tidak bisa dipatenkan. Berbeda di Amerika, Jepang dan Eropa, metode bisnis sudah diresmikan sebagai suatu invensi yang dapat diberi paten. Di Amerika ditandai dengan adanya putusan the court of Appeal For The Federal Circuit dalam kasus State Street Bank and Trust v. Signature, yang lalu diikut Jepang dan Eropa. Tapi dengan adanya kasus Bagus Tanuwidjaya ini, dapat terlihat bahwa pengaplikasian UU No. 14 tahun 2001 terdapat penemuan metode bisnis yang dapat diberi paten oleh Dirjen HKI, yaitu metode bisnis yang memiliki fiturfitur teknik. Tergantung dari mana perlindungan tersebut diberikan dan dinilai, karena dalam kasus ini pertimbangan tentang tidak masuknya metode bisnis sebagai cakupan invensi disetujui oleh Hakim Pengadilan Niaga, di mana ada atau tidaknya pelanggaran dalam suatu paten harus dilihat dari klaim-klaimnya sebagai inti suatu paten. Bila ini terjadi terus menerus akan mengancam kepastian hukum dalam proses pematenan di Indonesia, ditandai dengan pencabutan hakim tidak mempercayai satu-satunya lembaga hukum yang memberi paten yaitu Dirjen HKI. Jadi sangat penting bagi pihak-pihak yang terkait dan masyarakat untuk mengerti bagaimana menginterpretasikan peraturan perundang-undangan sebagai cara pandang dan patokannya, dengan begitu pertanyaan dari permasalahan tersebut dapat terjawab. Dari permasalah itu timbul dua pertanyaan yaitu apakah invensi yang mengandung metode bisnis dapat diberi paten dan apakah pertimbangan hakim mengenai cakupan invensi pada Paten Bagus Tanuwidjaya sudah tepat. Untuk menjawabnya Penulis menggunakan metode penelitian sosiologis empiris dengan cara penelitian ke lapangan. Kesimpulan yang didapat yaitu memang ada metode bisnis yang dapat diberi paten disebut metode bisnis yang memiliki fitur teknik, dan maka itu juga penulis tidak sependapat menyambung ke pertimbangan hakim tersebut. |