UUD 1945 memberikan jaminan bagi setiap orang untuk menikmati hak-hak asasi dan kebebasan dasarnya. Negara melalui pelaksananya, yakni Pemerintah, berkewajiban untuk menjamin warga negaranya terlindungi, tidak terlanggar hak-haknya sebagai akibat dari keterpautan antara lingkungan dan HAM. Ketentuan menurut UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM diatur dengan jelas mengenai hak atas lingkungan yang baik dan sehat. Namun, dengan timbulnya kasus pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup akibat dari aktifitas korporasi telah menimbulkan kerugian dan jatuhnya korban secara nyata. Akibat yang timbul berupa dampak ekologis, ekonomi dan sosial, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam beberapa kasus lingkungan hidup, menjerat korporasi bukanlah perkara mudah. Baik melalui hukum administrasi, hukum perdata hingga hukum pidana. Oleh sebab itu respon negara terhadap penanggulangan korban atas pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan sebagai konsep dari pertanggung jawaban negara yang dijamin oleh UUD 1945, yaitu dalam hal pemenuhan, pemajuan dan perlindungan serta penegakan hak-hak korban baik kelompok maupun perorangan mutlak diperlukan. Masalah tersebut dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk sebagai upaya pemulihan, seperti melalui pemberian restitusi, kompensasi, rehabilitasi, hingga restorasi terhadap lingkungan yang harus dilaksanakan secara tepat, cepat dan layak. Karena kasus lingkungan yang mengakibatkan adanya korban, secara filosofis bertentangan dengan nilai-nilai dan keadilan masyarakat, secara sosiologis tidak dikehendaki masyarakat, dan secara viktimologis banyak menimbulkan kerugian terhadap berbagai pihak. |