Perjanjian penjaminan fidusia adalah perjanjian accessoir dari perjanjian pokoknya, berdasarkan kepercayaan, beralihnya hak kepemilikan atas objek yang dijaminkan dari Pemberi Fidusia kepada Penerima Fidusia. Peralihan hak kepemilikan tersebut menurut Undang-undang Fidusia, akta penjaminan fidusia haruslah otentik setelah itu didaftarkan di Kantor Pendaftran Fidusia. Setelah didaftarkan maka, Penerima Fidusia memiliki parate eksekusi yang kekuatannya sama dengan putusan Pengadilan, dengan kata lain apabila Pemberi Fidusia wanprestasi, maka dengan segera Penerima Fidusia mengajukan surat permohonan sita terhadap objek jaminan fidusia tersebut, oleh Juru Sita, lalu dilelang di Kantor Balai Lelang. PT.X sebagai lembaga pembiayaan non-Bank, memberikan fasilitas pemberian kredit kendaraan bermotor bagi konsumennya, dengan fidusia dibawah tangan, perjanjian penjaminan fidusia tersebut tidak dimuat dalam akta otentik, serta tidak dilakukan proses pendaftaran ke Kantor Pendaftaran Fidusia. Pelaksanaan eksekusi oleh PT.X apabila debitur wanprestasi, mengambil sepihak objek jaminan tersebut tanpa melibatkan Pengadilan dan Juru Sita, dengan alasan bahwa telah terjadi peralihan hak kepemilikan terhadap objek jaminan tersebut, padahal telah kita ketahui bahwa dalam setiap proses eksekusi terhadap suatu barang haruslah melibatkan kewenangan hukum. Undang-undang Fidusia Pasal 11 hingga Pasal 18 dapat digunakan sebagai dasar hukum perlu dilakukan pendaftaran kepada setiap penjaminan fidusia, dan sebagai dasar untuk melakukan eksekusi. Berdasarkan hasil penelitian dan analisa penulis menyimpulkan bahwa Undang-undang Fidusia telah memberi dasar hukum yang jelas terhadap masalah ini, namun pada prakteknya terjadi kesalahan diakibatkan kurangnya pengetahuan dan pemahaman oleh PT.X dan konsumennya, bahwa pentingnya melakukan proses pendaftaran fidusia sebagai syarat lahirnya Jaminan Fidusia serta kekuatan eksekusi yang sama dengan putusan Pengadilan. |