Hukum waris adat adalah ilmu pengetahuan tentang hukum yang ada hubungannya dengan kekeluargaan dan kebendaan. Masyararakat Bali menggunakan sistem kekeluargaaan patrilineal dalam sistem kekerabatan ini menarik garis keturunan dari pihak laki-laki garis keturunan ayah. Dengan menganut sistem kekeluargaan patrilineal, maka dalam pewarisan pihak laki-laki yang di utamakan untuk mendapatkan hak waris, sehingga kedudukan perempuan dalam masyarakat adat Bali dalam mewaris sangat kecil kemungkinannya. Dalam hukum adat Bali hak mewaris adalah suatu kewajiban yang sangat berat untuk di bebankan ke perempuan, karena hak mewaris itu bukan hanya harta kekayaan yang dinikmati saja, tetapi juga merupakan kewajiban duniawi yang harus dilaksanakan oleh orang yang di berikan hak mewaris. Karena kewajiban tersebut, maka hanya laki-laki yang dianggap mampu melaksanakan tugas dan kewajiban itu. Perempuan di Bali tidak dianggap mampu untuk melaksanakan kewajiban yang diberikan oleh pewaris, karena kewajiban tersebut sangat berat menyangkut harta peninggalan yang tidak dapat di bagi, harta peninggalan yang tidak dapat dibagi ini adalah merawat sanggah dan hubungannya langsung ke Tuhan. Dengan telah diratifikasinya CEDAW dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1984 diharapkan hukum waris adat di Bali bisa mengikuti Prinsip-prinsip yang dianut oleh CEDAW sehingga diskriminasi terhadap perempuan dalam hal mewaris dapat hapus, sehingga perempuan berhak mewaris. Saat ini sudah ada daerah-daerah di Bali yang membuka peluang perempuan untuk mewaris, namun belum dapat dipastikan ini karena telah diratifikasinya CEDAW atau karena pemikiran masyarakat adat di Bali yang mengikuti perkembangan zaman. |