Ketentuan hukum yang mengatur perihal sewa-menyewa sejauh ini terdapat dalam Bab VII Buku III KUHPer yang pada dasarnya dapat dikatakan menganut sistem terbuka. Sebagaimana kita ketahui bahwa sewa-menyewa dapat dikatakan atas berbagai macam obyek hukum. Salah satu di antara obyek hukum yang sebenarnya secara rutin menjadi obyek sewa-menyewa ialah gedung untuk keperluan resepsi. Sewa-menyewa ruangan gedung resepsi ini perlu dilakukan secara tertulis, demi kepentingan kepastian hukum bagi kedua belah pihak yang bersangkutan. Untuk itu pada prakteknya sewa-menyewa ruangan gedung resepsi berpedoman pada KUHPer yang khususnya pada pasal 1320 dan 1338 BW / KUHPer. Sedangkan bentuk perjanjian yang dipergunakan ialah perjanjian standar yang telah dibuat oleh pihak tersewa, yang kemudian mengikat kedua belah pihak berdasarkan adanya kata sepakat antara kedua belah pihak tersebut. Sedangkan penghentian sewa-menyewa dapat dilakukan dengan adanya batas tenggang waktu yang telah ditentukan oleh kedua belah pihak. Hal ini perlu mendapatkan perhatian dari pembentuk undang-undang, sehingga diharapkan pelaksanaan sewa-menyewa ruangan gedung resepsi ini dapat memiliki pedoman dan standar tersendiri yang lebih terperinci sifatnya yang selama ini belum ada. |