Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang melaksanakan pembangunan di segala bidang. Sumber utama penerimaan negara yaitu berupa pajak, yang perlu ditingkatkan terus untuk mendukung pembangunan nasional. Pajak memiliki beberapa jenis, dan salah satunya adalah pajak penghasilan (PPh). Salah satu subjek dari Pajak Penghasilan adalah perusahaan, sehingga perusahaan harus menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang harus dibayar kepada negara. Dan hal ini sesuai dengan sistem pemungutan pajak di Indonesia, yaitu self assessment system. Penerapan self assessment system ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran dan kepatuhan masyarakat akan kewajiban sebagai wajib pajak. Namun perbedaan sistem pembukuan dalam penyampaian laporan keuangan untuk kepentingan akuntansi berbeda dengan laporan menurut pajak. Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk melakukan analisis pada aspek perpajakan PT Refconindo Bintang Sejahtera. Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan perusahaan, dihasilkan PPh terutang untuk tahun 2007 sebesar Rp829.010.041,00 dan angsuran PPh Pasal 25 sebesar Rp16.868.593,00. Untuk tahun 2008, dari hasil perhitungan perusahaan dihasilkan PPh terutang sebesar Rp882.855.929,00 dan angsuran PPh Pasal 25 sebesar Rp19.049.786,00. Sedangkan dari analisa yang dilakukan penulis dihasilkan PPh terutang untuk tahun 2007 sebesar Rp928.332.506,00 dan angsuran PPh Pasal 25 sebesar Rp25.145.465,00. Untuk tahun 2008, dari hasil analisa penulis dihasilkan PPh terutang sebesar Rp820.276.722,00 dan angsuran PPh pasal 25 sebesar Rp13.834.852,00. Perbedaan di atas disebabkan karena setelah penulis melakukan analisa lebih lanjut ke general ledger perusahaan, ditemukan bahwa adanya perbedaan jumlah koreksi positif pada pos biaya instalasi shelter & ME, dan juga pada pos biaya penyusutan mesin yang termasuk dalam perhitungan HPP. Selain itu terjadi kesalahan pada PPh Pasal 21 yang seharusnya tidak boleh dijadikan pengurang penghasilan bruto, dan harus dikoreksi seluruhnya. |