Anda belum login :: 24 Nov 2024 13:31 WIB
Home
|
Logon
Hidden
»
Administration
»
Collection Detail
Detail
Perlindungan Hak moral Karya Film Atas Tindakan Penyensoran Lembaga Sensor Film (LSF) Ditinjau Dari UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
Bibliografi
Author:
ANDAYANA, I DEWA GDE AGUNG URI
;
Hadiarianti, Venantia Sri
(Advisor)
Topik:
Hak Cipta
;
Sensor Film
;
Perlindungan Karya Film
;
Lembaga Sensor Film
Bahasa:
(ID )
Penerbit:
Fakultas Hukum Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
Tempat Terbit:
Jakarta
Tahun Terbit:
2010
Jenis:
Theses - Undergraduate Thesis
Fulltext:
I Dewa Gede Agung's Undergraduated Theses.pdf
(769.81KB;
25 download
)
Ketersediaan
Perpustakaan Pusat (Semanggi)
Nomor Panggil:
FH-2830
Non-tandon:
tidak ada
Tandon:
1
Lihat Detail Induk
Abstract
Ditengah berkembangnya industri perfilman di Indonesia, lembaga sensor atau yang lebih dikenal dengan LSF mendapat peran yang bertambah kuat. Terhitung pada tahun 2008 terdapat 120 film layar lebar nasional yang menunggu giliran untuk disensor. Sensor kerap kali mengakibatkan dipotongnya sebuah film, hal inilah yang menjadi issue utama dunia perfilman saat ini. Berbagai kritikan dilontarkan dari kalangan sineas yang merasa dirugikan dengan adanya pemotongan hasil karyanya. Mereka berpendapat bahwa tidakan penyensoran yang dilakukan oleh LSF telah menghilangkan sebagian hak-hak mereka, salah satunya hak moral. Hak moral merupakan hak ekslusif bagi Pencipta yang salah satunya adalah hak untuk mencegah adanya perubahan dalam ciptaannya. Dengan metode yuridis normatif dan studi lapangan, penulis menemukan bahwa dipotong/ dihapusnya adegan dalam sebuah film oleh LSF telah menerobos integritas seorang pencipta. LSF sendiri bekerja berdasarkan peraturan perundang-undangan (UU No. 8 Tahun 1992 tentang Perfilman dan PP No. 7 Tahun 1994 tentang LSF) yang memberi wewenang penuh untuk melakukan tindakan tersebut. Hal ini mengakibatkan ketentuan-ketentuan mengenai hak moral yang ada dalam UU No. 19 Tahun 2002 menjadi berbenturan dengan peraturan perundang-undangan lainnya. Padahal UU No. 19/ 2002 sendiri telah memberikan perlindungan yang baik terhadap karya film atau sinematografi. Oleh sebab itu LSF perlu direvitalisasi, tidak hanya lembaganya, tetapi juga sistemnya. LSF perlu diisi oleh orang-orang yang orang-orang professional, bijak, kompeten dari berbagai bidang dan harus mau membangun komunikasi dengan pekerja seni. Perlu juga perbaikan sistem sensor yang menggunakan kriteria sensor yang lebih jelas. Pada bulan Oktober 2009 prinsip dialog telah ditanamkan pada UU. No.33 Tahun 2009 tentang Perfilman, khususnya Pasal 60 ayat (2). Ketentuan ini menghormati keberadaan Hak Moral karena LSF mau melakukan komunikasi dengan pelaku perfilman dalam hal proses penyensoran.
Opini Anda
Klik untuk menuliskan opini Anda tentang koleksi ini!
Lihat Sejarah Pengadaan
Konversi Metadata
Kembali
Process time: 0.1875 second(s)