Perikatan terapetik adalah suatu hubungan hukum antara dokter dengan pasien yang dilaksanakan atas dasar kepercayaan pasien terhadap dokter. Buku III K.U.H.Perdata mengatur secara umum semua perjanjian termasuk perikatan terapetik. Perikatan terapetik pada umumnya berupa tindakan bedah (operasi) termasuk dalam perjanjian yang bersifat inspaningsverbintenis dan bukan merupakan perjanjian yang bersifat resultaatverbintenis. Hasil dari tindakan bedah dapat berupa hasil positif atau hasil negatif. Apabila hasil dari tindakan bedah (operasi) bersifat negatif maka lahirlah tanggung jawab. Yang dapat bertanggung jawab dari suatu tindakan bedah yaitu tim dokter, perawat dan/ atau rumah sakit. Dalam Kamar Bedah berlaku doktrin Captain of the Ship, yaitu dokter spesialis bedah bertanggung jawab atas segala sesuatu yang terjadi selama pembedahan berlangsung dalam kamar bedah, kecuali tindakan dokter anestesi. Tanggung jawab perawat dalam tindakan bedah berlaku teori verlengde arm van de arts, yaitu perawat tanpa adanya instruksi dokter, tidak berwenang untuk bertindak secara mandiri, kecuali dalam bidang tertentu yang sifatnya umum dan memang termasuk bidang asuhan perawat. Dengan berlakunya UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit maka setiap rumah sakit bertanggung jawab atas segala peristiwa yang terjadi di belakang dinding rumah sakit, hal ini sesuai dengan doktrin Hospital Liability. UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, menyatakan bahwa sengketa medis harus diajukan terlebih dahulu kepada Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI). Namun dengan diajukannya pengaduan kepada MKDKI, tidak menutup hak bagi pasien dan/ atau keluarga untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang dan/ atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan. Apabila dalam proses pemeriksaan ditemukan adanya dugaan pelanggaran etika maka MKDKI akan meneruskan pengaduan kepada Majelis Kehormatan Etika Kedokteran Indonesia (MKEK). |