Pada awal berdirinya ASEAN (Association of Southeast Asian Nation) pada 8 Agustus 1967, ASEAN belum memiliki sebuah Piagam yang berfungsi sebagai konstitusi. ASEAN berdiri atas dasar dari suatu Deklarasi, yaitu Deklarasi Bangkok. Dengan adanya sebuah Piagam, maka ASEAN dapat memiliki aturan-aturan yang jelas, mengikat dan memiliki sanksi, serta menegaskan subyek hukum (legal personality) ASEAN. Pada akhirnya, Piagam ASEAN telah disetujui dan ditandatangani oleh para Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-13 di Singapura, November 2007. Pada dasarnya, Piagam ASEAN berfokus pada penerapan hak asasi manusia di wilayah Asia Tenggara. Myanmar sebagai salah satu Negara yang telah meratifikasi piagam ini, ternyata masih melakukan pelanggaran HAM. Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan dari negara-negara anggota ASEAN lainnya dan dari negara-negara di seluruh dunia, tentang bagaimana implikasi hukum ratifikasi Piagam ASEAN oleh Myanmar dalam kaitannya dengan perlindungan HAM di Myanmar. Implikasi hukum ratifikasi Piagam ASEAN oleh Myanmar dalam perlindungan HAM di Myanmar adalah terletak pada Pasal 14 Piagam ASEAN. Pasal 14 Piagam ASEAN menyatakan bahwa ASEAN akan mendirikan sebuah Badan HAM ASEAN untuk melindungi HAM di kawasan Asia Tenggara. Badan HAM ASEAN ini telah resmi didirikan pada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN yang ke 15 di Thailand tanggal 23-25 Oktober 2009, dengan nama AICHR (ASEAN Intergovernmental Commision on Human Rights). Pada akhirnya, banyak pihak yang kecewa dengan AICHR, hal ini disebabkan di dalam TOR nya, AICHR lebih banyak mencantumkan fungsi promosi HAM dari pada fungsi proteksi HAM, tidak ada aturan-aturan tegas mengenai perlindungan HAM di kawasan Asia Tenggara. Myanmar sebagai negara anggota ASEAN yang sudah meratifikasi Piagam ASEAN dan berulang kali melakukan pelanggaran HAM, tidak bisa ditindak dan diberi sanksi oleh AICHR |