Dalam era globalisasi, budaya menjadi identitas dari masing-masing negara yang dimunculkan oleh individunya. Pada perusahaan multinasional diperlukan kemampuan kepemimpinan lintas budaya seorang manajer perusahaan demi perkembangan dari perusahaan itu sendiri. Kemampuan kepemimpinan lintas budaya ini menjadi tantangan bagi setiap manajer internasional yang ada di mana tantangan ini berupa kemampuan menggabungkan kecakapan kepemimpinan dan manajerial dengan adanya pemahaman terhadap budaya. Indonesia termasuk negara dengan banyak potensi sumber daya alam, biaya hidup yang relatif murah dan keanekaragaman budaya sehingga menjadi negara yang banyak didatangi oleh manajer asing yang bekerja di perusahaan multinasional. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa interaksi kepemimpinan lintas budaya, terutama yang berkaitan dengan perilaku kepemimpinan pimpinan ekspatriat dalam menghadapi karyawan lokal yang berbeda latar belakang budaya dan tingkah laku serta melihat model penyesuaian yang mereka lakukan dalam menghadapi bawahan lokal. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif untuk menggambarkan interaksi kepemimpinan lintas budaya pada PT. Süd-Chemie Indonesia dan pendekatan yang penulis gunakan adalah pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan yaitu wawancara mendalam dengan 2 orang pemimpin ekspatriat dan 11 orang karyawan lokal. Hasil analisis menunjukkan bahwa dimensi budaya nasional Hofstede yang dimiliki pemimpin ekspatriat terdiri dari jarak kekuasaan yang rendah, penghindaran ketidakpastian rendah, tingkat individualisme tinggi, maskulinitas yang rendah dan orientasi jangka panjang yang sedang di mana hal ini dirasakan oleh karyawan Indonesia dan menjadi suatu budaya organisasi perusahaan. Selain itu, terdapat perbedaan budaya yamg dirasakan antara pemimpin ekspatriat Jerman dan karyawan lokal Indonesia. Untuk menghadapi perbedaan tersebut, ekspatriat Jerman melakukan penyesuaian (mode of adjusment) dalam berinteraksi dengan bawahannya. Model penyesuaian yang dilakukan yaitu penyesuaian reaksi (reaction mode) dan penyesuaian integrasi (integration mode). Di mana pada penyesuaian reaksi, pemimpin ekspatriat cenderung memilih untuk mengubah lingkungannya sesuai dengan yang diharapkan oleh ekspatriat. Penyesuaian ini terlihat pada aspek pemberian hadiah terhadap karyawan berprestasi, perencanaan harian pemimpin ekspatriat dan penyediaan visi ekspatriat. Sedangkan untuk penyesuaian integrasi, pemimpin memilih untuk melakukan penyesuaian perilaku dibanding mengubah lingkungannya. Penyesuaian ini terlihat pada aspek pendelegasian otonomi, manajemen konflik, cara penyampaian kritik, pemfasilitasan kerja, inisiasi, pertimbangan individual dan pemberian inisiatif. Selain itu, orientasi pendekatan manajemen internasional yang dilakukan oleh pemimpin ekspatriat adalah pendekatan geosentris di mana adanya pandangan global pemimpin ekspatriat. |