PT Danapersadaraya Motor Industri dalam perhitungan harga pokok produksinya menggunakan sistem tradisional yang mengasumsikan semua biaya produksi berkaitan dengan volume produksi sehingga dalam perhitungan harga pokok produksinya menggunakan satu pemicu biaya yaitu jumlah unit produksi. Untuk memperbaiki kelemahan pada sistem tradisional bisa digunakan sistem Activity Based Costing yang mengalokasikan biaya dengan dua tahap yaitu biaya dialokasikan ke aktivitas berdasarkan pemicu biaya yang mempengaruhinya dan kemudian biaya aktivitas dialokasikan kembali ke produk yang mengkonsumsi aktivitas tersebut. Berdasarkan penelitian penulis, perhitungan harga pokok produksi perusahaan lebih tinggi Rp271,57 untuk GM Evo dan Rp60,41 untuk NHK Hammer dibandingkan perhitungan dengan metode ABC. Aktivitas – aktivitas yang diperoleh dari sistem ABC dapat dianalisis untuk menentukan apakah aktivitas tersebut bernilai tambah atau tidak bernilai tambah. Dalam menentukan apakah suatu aktivitas bernilai tambah atau tidak dapat menggunakan pertanyaan acuan apakah aktivitas tersebut akan menambah nilai yang diterima pelanggan dan membuat perusahaan mencapai tujuannya dengan lebih baik. Perusahaan tetap mengeluarkan biaya walaupun sebenarnya aktivitas itu tidak bernilai tambah, sehingga apabila perusahaan bisa mengurangi dan mengeliminasi aktivitas tidak bernilai tambah tersebut maka perusahaan bisa memperoleh profitabilitas yang lebih tinggi. Berdasarkan penelitian penulis, perusahaan masih memiliki aktivitas tidak bernilai tambah dalam proses produksinya dan juga membebani biaya produksi sebesar Rp46.413.909,95. |