Saat ini kebutuhan pendidikan nonformal sangat besar dibandingkan dengan pendidikan formal (Soekartawi, 2005). Balet di Indonesia sangat prospektif, terlihat dari sanggar tari balet bermunculan di mana-mana. Pendidikan balet menuntut dan melatih individu untuk memiliki kemampuan-kemampuan dalam 4 dimensi self-esteem dari Karen de Bord (dalam Widiastuti, 2004) yaitu personal competence, personal achievement, sociability, dan comparison with others. Self-esteem remaja pada tingkat sekolah menengah atas berada pada titik terendah (O’Connell & O’Connell, 2001). Orangtua juga takut kesalahpahaman konsep pada diri anak laki-lakinya akan termanifestasi dalam perilaku sehingga menurunkan self-esteem nya. Watson (2001) dan O’Brien (1996) melihat anak perempuan distereotipkan memiliki self-esteem rendah sementara anak laki-laki tinggi. Melalui observasi di Namarina Dance Academy, peneliti melihat sebaliknya. White (1996) mengungkapkan remaja dengan pola asuh authoritative memiliki self-esteem yang lebih positif, sehingga pola asuh menjadi kontrol dalam memilih subjek penelitian. Penelitian ini membedakan dimensi self-esteem 14 siswa dan 41 siswi sanggar balet di Jakarta. Ada 65 item yang digunakan dengan reabilitas alat ukur sebesar 0,883 – 0,915. Kriteria subjek adalah siswa/i sanggar balet berusia 15-18 tahun, telah mengikuti pendidikan balet di suatu sanggar lebih dari 5 tahun, memiliki pola asuh authoritative, dan sehat baik jasmani maupun rohani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja baik yang berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan, seluruh dimensi self-esteem-nya berada dalam kategori tinggi. Dengan uji beda didapatkan tidak ada perbedaan dalam tiap dimensinya. Berdasarkan data tambahan, dimensi comparison with others memiliki kontribusi yang paling besar dalam peningkatan self-esteem remaja. Diperlukan psikolog tari dan pekerja sosial untuk memacu perkembangan self-esteem siswa/i sanggar balet, diadakan kegiatan-kegiatan yang semakin mengembangkan dimensi comparison with others remaja. Hasil penelitian diharapkan dapat mengedukasi orangtua dan masyarakat awam akan manfaat balet dan mengubah pandangan negatif mengenai penari balet laki-laki. Penelitian selanjutnya dapat dikaitkan dengan peran gender, prestasi akademik, daya tarik fisik. Dapat pula dilihat perbedaan hasil pada kurikulum yang berbeda, pengaruh lamanya mengikuti pendidikan balet dan aspek yang diperoleh subjek di tingkatan pendidikan baletnya. Kelemahan dari penelitian ini adalah kurang seimbangnya jumlah subjek berdasarkan jenis kelaminnya. Rentang jawaban yang terlalu luas, sehingga mempersulit subjek untuk menentukan rentang jawaban yang sesuai. |