Dewasa ini, praktik perdagangan manusia khususnya anak-anak di Indonesia sudah sangat memprihatinkan, dan DKI Jakarta sebagai Ibu kota negara memegang peranan penting, karena disinyalir merupakan daerah penerima anak-anak korban Trafiking terbesar, daerah pengirim, sekaligus menjadi tempat transit bagi jaringan Trafiking internasional. Anak-anak tersebut diperdagangkan untuk tujuan eksploitasi seksual, eksploitasi ekonomi dll. Masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah mengapa perlindungan hukum terhadap anak korban Trafiking di Provinsi DKI Jakarta belum dapat berjalan maksimal sesuai dengan peraturan yang ada, yaitu Undang-Undang No. 21 tahun 2007, Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Undang-Undang No. 23 tahun 2002, Tentang Perlindungan Anak. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah yuridis sosiologis dengan metode analisis data kualitatif, menggunakan teknik pengambilan sample menggunakan, Non-Probability Sampling: Quota Sampling, dengan lokasi penelitian di Kotdya Jakarta Selatan dan Kotdya Jakarta Barat. Dan berdasarkan hasil wawancara dengan anak-anak korban Trafiking yang menjadi PSK dan anak jalanan juga kalangan pemerhati anak, serta pengamatan penulis langsung di lapangan, maka penulis menarik kesimpulan bahwa perlindungan hukum terhadap anak korban perdagangan manusia di Provinsi DKI Jakarta belum berjalan dengan maksi |