Perjanjian Kerjasama Operasi (KSO) merupakan perjanjian kerjasama antara pihak pemegang hak atas tanah dengan investor untuk melakukan kerjasama pengeringan gabah, dimana pihak investor harus membangun (build) pabrik,serta mengoperasikan (operate) mesin pengeringan gabah diatas lahan milik pihak pemegang hak atas tanah, setelah jangka waktu yang disepakati berakhir yaitu 4 tahun, maka pihak investor harus menyerahkan (transfer) pabrik beserta isinya kepada pihak pemegang hak atas tanah. Perjanjian KSO ini memiliki unsur-unsur yang sama dengan perjanjian bangun guna serah atau (build,operate&,transfer),sehingga memiliki pengertian yang sama. Sedangkan dalam rangka melakukan pengadaan mesin-mesin pengering gabah yang merupakan salah satu kewajibannya, pihak investor mengadakan perjanjian kredit dengan pihak bank, dimana mesin tersebut dijadikan jaminan pelunasan hutang kepada pihak bank, lembaga penjaminan yang digunakan adalah Jaminan Fidusia. Hubungan yang terjadi antara Perjanjian KSO dengan Jaminan Fidusia, karena adanya benda yang sama yang dijadikan sebagai objek perjanjian, benda tersebut berupa mesin pengering gabah. Penelitian ini dilakukan dengan metode Yuridis Normatif, Studi Kepustakaan, dan pendekatan Kualitatif. Dasar Hukum yang digunakan adalah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia, SK Menkeu No. 248/KMK.04/1995 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Terhadap Pihak-Pihak Yang Melakukan Kerjasama Dalam Bentuk Perjanjian Bangun Guna Serah. Berdasarkan UU Jaminan Fidusia,serta asas pemisahan horizontal, Mesin pengering gabah dapat dijadikan sebagai objek jaminan fidusia, dan tetap dapat dijadikan jaminan walaupun sudah didahului perjanjian lain, karena pihak investor sebagai pemilik memiliki hak bebas untuk menjaminkan benda tersebut, dan hak kepemilikan atas mesin pengering gabah berdasarkan KUHPedata masih berada ditangan pihak investor atau pemberi fidusia, karena belum ada penyerahan hak kepemilikan secara nyata (feitelijke levering) atau levering ke tangan pemegang hak atas tanah, dan penerima fidusia bukanlah sebagai pemilik sebenarnya, melainkan ia hanya sebagai pemegang hak dari benda yang dijaminkan saja. |