Anda belum login :: 27 Nov 2024 07:06 WIB
Detail
BukuKomisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) dalam Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu
Bibliografi
Author: SIHOTANG, RONY ARIANTO ; Sihotang, Tommy (Advisor)
Topik: Pelanggaran HAM Berat; Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi
Bahasa: (ID )    
Penerbit: Fakultas Hukum Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya     Tempat Terbit: Jakarta    Tahun Terbit: 2009    
Jenis: Theses - Undergraduate Thesis
Fulltext: Rony Arianto Sihotang's Undergraduated Theses.pdf (3.29MB; 24 download)
Ketersediaan
  • Perpustakaan Pusat (Semanggi)
    • Nomor Panggil: FH-2713
    • Non-tandon: tidak ada
    • Tandon: 1
 Lihat Detail Induk
Abstract
Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) adalah suatu lembaga yang dibentuk oleh pemerintahan transisi untuk mengungkap kebenaran terhadap suatu peristiwa pelanggaran HAM berat yang teijadi di masa lalu.
Keberadaan KKR di berbagai negara merupakan perwujudan dan pada keadilan restoratif. Keberadaan KKR sangat penting untuk menangani
peristiwa pelanggaran HAM berat sebelum berlakunya UU No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM yang terjadi di Indonesia. Keperluan akan KKR mi tidak terlepas karena berbagi macam kendala yang di temukan
pengadilan untuk menangani kasus tersebut. Pembuktian di pengadilan sulit untuk dilakukan terkait pengumpulan bukti-bukti dan saksi-saksi.
Munculnya UU No.27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi adalah merupakan amanat dan pasal 47 UU No.26 tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM dan TAP MPR No. V/MPRi2000 Tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional. Akibat banyaknya kelemahan mendasar dan UU KKR tersebut sejumlah pihak korban dan
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) mengajukan uji materiil terhadap; pasal 27, pasal 44, pasal I angka 9 IJU. No.27 tahun 2004 ke Mahkamah
Konstitusi (MK). Dalam pokok permohonannya pihak yang melakukan uji materiil tersebut (Pemobon), memohon agar ketiga pasal tersebut
dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Dalam putusannya MK membatalkan UU KKR tersebut dan dinyatakan tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat. Putusan MK mi yang melebihi apa yang dituntut oleh pemohon (ultra petita) adalah telah melanggar batas kewenangan MK berdasarkan UU dan pelanggaran terhadap hukurn acara yang menganut prinsip Non ultra petitum. Selain itu putusan pembatalan UU No.27 tahun 2004 tersebut mengakibatkan bahwa hanya pengadilan Adhoclah yang berwenang untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran sebelum berlakunya UU No.26 tahun 2000. Oleh sebab itu diperlukan keputusan politik dan pemerintah dan DPR untuk membuat atau merevisi kembali UU KKR yang baru.
Opini AndaKlik untuk menuliskan opini Anda tentang koleksi ini!

Lihat Sejarah Pengadaan  Konversi Metadata   Kembali
design
 
Process time: 0.1875 second(s)