Pada masa lanjut usia, yang selanjutnya disebut lansia, seseorang akan mengalami perubahan dalam segi fisik, kognitif, maupun dalam kehidupan psikososialnya (Papalia, Olds, & Feldman, 2001). Salah satu perubahan dalam aspek psikososial adalah pengaturan tempat tinggal. Lingkungan tempat tinggal lansia di Indonesia dikelompokkan menjadi tiga yaitu tinggal di rumah bersama keluarga yaitu anak dan cucu, tinggal sendiri, dan tinggal di panti werda. Tinggal di panti werda membuat para lansia senang karena dapat berkumpul dengan teman-teman sebayanya untuk mengusir rasa sepi (Hurlock, 1980). Salah satu kelemahan tinggal di panti werda adalah lansia berhubungan dekat dan tinggal menetap dengan beberapa orang yang tidak mereka sukai (Hurlock, 1980). Akibatnya hal ini mempengaruhi kehidupan sosial lansia di panti werda. Diperlukan suatu intervensi yang dapat memfasilitasi lansia untuk memiliki kehidupan sosial yang lebih baik dengan sesama penghuni di panti werda. Fersh (1980) menyatakan bahwa dance/movement therapy (DMT) memiliki peran yang penting untuk menciptakan pengalaman psikososial yang bermakna. DMT memberikan kesempatan kepada lansia untuk mengekspresikan perilaku serta mendukung lansia untuk melakukan insiatif. Melalui DMT, lansia dapat mengalami perasaan yang gembira dan merasakan vitalitas melalui gerakan yang spontan. Dampaknya perasaan terisolasi akan mengalami penurunan sedangkan rasa penghargaan dan kepercayaan diri akan meningkat. Jenis penelitian ini adalah penelitian terapan (applied research) dan bersifat kualitatif. Penelitian ini menggunakan sampel dengan kriteria berusia 60 tahun ke atas, mengalami hambatan dalam relasi sosial dengan sesama penghuni di panti werda, serta tidak memiliki hambatan dalam penglihatan dan tidak memiliki penyakit terminal. Jumlah subjek yang mengikuti terapi ini adalah tujuh orang lansia yang berasal dari satu panti werda, yang terdiri dari enam orang lansia perempuan dan satu orang lansia laki-laki Untuk mengukur kehidupan sosial lansia di panti werda digunakan Satisfaction With Life Scale (Diener, Emmons, Larsen, dan Griffin, 1985). Pada perkembangannya, skala ini juga digunakan oleh Elliot, Gable, dan Mapes (2006) mengukur kepuasan hubungan (relationship satisfaction) dalam penelitian yang dilakukannya. Perhitungan statistik yang dilakukan adalah deskriptif. Hasil pre dan posttest menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kehidupan sosial antara sebelum dan sesudah dilaksanakan terapi kelompok dance/movement. Namun, peningkatan ini belum terlihat optimal. Terapi kelompok dance/movement memberikan perubahan terhadap kehidupan sosial lansia di panti werda. Namun, perubahan ini belum terlihat optimal. Meskipun demikian, manfaat lain yang dirasakan melalui terapi ini adalah sebagai upaya untuk mengisi waktu luang lansia dengan lebih bermanfaat dan dapat menjalin keakraban di antara penghuni panti. Saran dalam penelitian tugas akhir ini adalah (1) Diperlukan informasi atau pelatihan mengenai bagaimana menjadi seorang terapis kelompok yang baik, (2) mengikutsertakan peserta laki-laki lebih dari satu orang, sehingga peserta dapat saling memberikan dorongan untuk melakukan gerakan, (3) diperlukan kepekaan melihat perubahan perilaku peserta, dan (4) diperlukan penelitian lebih mendalam dengan definisi operasional kehidupan sosial yang lebih konkrit sebagai acuan untuk menentukan karakteristik responden penelitian. |