Cepatnya pertambahan penduduk kota dan perubahan pola lingkungan sosial serta kegiatan ekonomi yang semakin luas, mendorong pemerintah DKI untuk memiliki suatu acuan tentang penataan ruang dan penatagunaan tanah Kebijaksanaan tanah perkotaan merupakan suatu prasyarat yang penting bagi pelaksanaan pembangunan tata ruang. Dengan telah ditetapkannya Peraturan Daerah No. 4 tahun 1984, tentang Pola Dasar Pembangunan Daerah dan Peraturan Daerah No. 5 tahun 1984, tentang RUTR DKI Jakarta 1985-2005 berarti Pemda DKI telah memiliki landasan dan pedoman bagi pelaksanaan pembangunan untuk jangka panjang (20 tahun) maupun pedoman untuk pembangunan jangka menengah. Adapun maksud dan tujuan Rencana Induk Tata Ruang adalah mengembangkan secara garis besar kerangka kebijaksanaan tata ruang yang dinamis serta berisi rumusan pokok kebijaksanaan untuk penyusunan rencana-rencana yang lebih detail, baik untuk rencana peruntukan lahan, rencana sektor-sektor maupun rencana kota. Secara garis besar ketentuan RUTR DKI Jakarta tahun 1985-2005 antara lain menetapkan bahwa seluruh wilayah kota DKI Jakarta dibagi habis dalam 9 wilayah pengembangan. Maksud wilayah pengembangan tersebut adalah agar penggunaan lahan dan tanah dapat disesuaikan dengan sifat dan karakter tanah dalam menunjang perkembangan DKI pada umumnya. Salah satu wilayah pengembangan yang berfungsi sangat penting bagi kehidupan masyarakat dan lingkungan ialah Wilayah Pengembangan Selatan yang berperan sebagai Wilayah Resapan Air. Penetapan Wilayah Pengembangan Selatan sebagai daerah resapan air itu merupakan kesinambungan dari Rencana Induk Jakarta 1965-1985 dan Peraturan Daerah No. 3 tahun 1987 tentang Rencana Bangunan Wilayah Kota DKI Jakarta. Dalam kenyataannya wilayah Pengembangan Selatan selain kepadatan bangunannya yang masih rendah, juga memiliki curah hujan yang tertinggi untuk kota Jakarta yakni 2000 mm tiap tahun. Oleh sebab itu Wilayah Pengembangan Selatan diproyeksikan sebagai wilayah resapan air dengan ketentuan bahwa penggunaan tanah untuk suatu bangunan dibatasi. Pembatasan tersebut berdasarkan ketentuan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) yaitu perbandingan antara luas tanah dan bangunan yang dapat didirikan antara 10% sampai dengan 20%. |