Satu dari beberapa syarat untuk melaksanakan Perjanjian Waralaba, adalah kewajiban Pemberi Waralaba untuk memberikan Prospektus Penawaran kepada Penerima Waralaba. Prospektus Penawaran tersebut akan menjadi pegangan dan merupakan salah satu bahan pertimbangan bagi calon Penerima Waralaba untuk membeli hak waralaba dari Pemberi Waralaba. Prospektus Penawaran akan memberikan informasi mengenai kondisi keuangan perusahaan Pemberi Waralaba, juga keberhasilan dan kegagalan selama menjalankan waralaba. Dengan menggunakan metoda yuridis normatif, Penulis mengangkat permasalahan yaitu Perjanjian Waralaba antara PT. X dan Y tidak memenuhi ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai waralaba, yaitu Pasal 7 Peraturan Pemerintah RI NO. 42 Tahun 2007, serta penyelesaian pelanggaran Prospektus Penawaran Waralaba yang terjadi antara PT.X dan Y. Penyimpangan yang terjadi adalah, sebelum mengadakan Perjanjian Waralaba, Pemberi Waralaba tidak memberikan Prospektus Penawaran secara lengkap berkaitan dengan usahanya dan bagaimanakah tanggung jawab Pemberi Waralaba kepada Penerima Waralaba atas tidak diberikannya Prospektus Penawaran secara lengkap. Padahal Prospektus Penawaran sangat penting artinya bagi Penerima Waralaba, dan merupakan kewajiban Pemberi Waralaba untuk memberikannya. Oleh karena itu, mengingat pentingnya Pemberi Waralaba memberikan Prospektus Penawaran kepada Penerima Waralaba untuk memulai usaha salon tersebut, Penulis menyimpulkan bahwa dalam hubungan antara PT. X dan Y Perjanjian Waralaba tersebut adalah cacat hukum serta tidak patut |