Narkotika tidak hanya menjadi masalah nasional, tetapi sudah menjadi sorotan dunia internasional, Pengiriman narkotika semakin canggih dan efektif sedangkan pengawasan oleh aparat yang berwenang dinilai masih lemah, bukan itu saja, hukuman terhadap para pengedar narkotika pun dianggap masih rendah, tidak efektif dan tidak sesuai dengan rasa keadilan masyarakat. Desakan agar pemerintah Indonesia lebih serius untuk memperhatikan kasus-kasus narkotika semakin kuat. Akhirnya Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang narkotika tahun 1988 diratifikasi oleh pemerintah Indonesia yang kemudian lahirlah Undang-Undang No. 22 tahun 1997 tentang narkotika. Undang-undang inilah yang menjadi pegangan utama para penegak hukum untuk menjerat para pengedar narkotika,ada dua golongan pelaku tindak pidana narkotika menurut ketentuan UU No.22 Tahun 1997 Tentang Narkotika yakni, pemakai atau pecandu narkotika (pasal 1 ayat 12) dan pengedar (pasal 1 ayat 5).Narkotika sangat berbahaya bagi masyarakat dan generasi muda, karena dengan menggunakan narkotika akan membawa efek dan pengaruh tertentu pada tubuh si pemakai, antara lain, mempengaruhi kesadaran, memberikan dorongan yang dapat berpengaruh terhadap perilaku manusia,dan dapat menimbulkan halusinasi, dikhawatirkan pemakai narkotika bisa menimbulkan tindak pidana dan dapat meresahkan masyarakat, penyalahgunaan narkotika di Indonesia sudah sangat membahayakan dan telah menjangkau lapisan-lapisan masyarakat, terutama bagi generasi muda dan kalangan pelajar dan mahasiswa. Oleh karena itu Pengadilan Tinggi banyak menjatuhkan pidana mati terhadap kasus narkotika. namun demikian, para terpidana mati masih dapat mengajukan upaya hukum, dari banding, kasasi, sampai peninjauan kembali(PK) dan grasi, hingga puluhan tahun lamanya didalam lembaga pemasyarakatan, tanpa suatu kepastian apakah upaya hukum yang dapat dilakukan bisa dikabulkan. |