Permasalahan yang sangat mendasar dalam perjanjian Tenaga Kerja outsourcing adalah terletak pada perjanjian kerja yang dibuat para pihak. Perjanjian merupakan hal penting karena para pihak yang membuat perjanjian adalah pihak pemberi pekerjaan dalam kasus ini adalah PT. Artindo Internasional dan perusahaan penyalur pekerja outsourcing. Kita tahu bahwa pihak- pihak dalam outsourcing terdiri dari 3 pihak, yaitu: Pekerja, Perusahaan penyalur tenaga kerja outsourcing (berbadan hukum), dan Perusahaan pemberi pekerjaan. Sehingga para pekerja tidak bias memberikan tawaran atau mengajukan tawaran kepada perusahaan pembei kerja. Padahal pekerja outsourcing bekerja dan ditempatkan pada perusahaan pemberi pekerjaan. Penempatan pekerja outsourcing di tempat atau di perusahaan lain, mengakibatkan perlindungan terhadap pekerja sangat kurang. Perjanjian kerja outsourcing juga sering diselewengkan oleh para pengusaha dengan mempekerjakan pekerja outsourcing untuk pekerjaan pokok perusahaan. Salah satu contohnya adalah yang terjadi di PT. Artindo Internasional, dimana staff bagian Marketing atau pemasaran di delegasikan kepada perusahaan outsourcing. Hal tersebut jelas sekali melanggar pasal 65 ayat (2) dan pasal 66 ayat (1) Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan. Salah satu faktor yang menyebabkan hal itu terjadi hal tersebut terjadi adalah kurangnya pengawasan dari Departemen Tenaga Kerja dan undang-undang yang ada masih belum spesifik dan rinci membahas masalah outsourcing. Pasal-pasal yang ada di undang-undang nomor13 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan, yaitu pasal 64, 65, dan 66 yang mengatur masalah outsourcing masih kurang lengkap dan belum dapat memberikan perlindungan kepada pekerja outsourcing |