Di antara dua bentuk mobilitas penduduk yang ada di Indonesia (permanen dan non permanen) maka frekuensi mobilitas penduduk non permanen mobilitas sirkuler} lebih banyak terjadi, di antaranya berwujud mobilitas penduduk dari desa ke kota. Pada dasawarsa terakhir terlihat bahwa arus migran sirkuler menuju ke kota-kota di Indonesia makin meningkat sehingga dapat menimbulkan ketidaklestarian lingkungan di kota. Makalah ini membahas proses dan karakteristik migrant sirkuler di enam kota besar di Indonesia (Padang, Palembang, Surakarta, Surabaya, Denpasar dan Ujung Pandang) beserta kesempatan kerja yang ada. Data yang digunakan adalah hasil penelitian mobilitas sirkuler di enam kota besar di Indonesia yang dilaksanakan oleh Menteri Negara KLH bekerjasama dengan Pusat Penelitian Kependudukan UGM. Jumlah responden (migran sirkuler) di masing-masing kota sebanyak 400, jadi untuk enam kota penelitian jumlah responden sebanyak 2400 migran Dari hasil penelitian ini didapat bahwa selama delapan tahun, terlihat adanya tendensi meningkatnya migran sirkuler. Sebab utama mereka mengadakan mobilitas sirkuler ke kota ialah adanya tekanan ekonomi (kurangnya kesempatan ker¬ja) di daerah pedesaan. Migran sirkuler terdiri dari kelompok umur produktif (15-44 tahun), pendidikan dan ketrampilannya rendah, sehingga sebagian dari mereka bekerja di sektor informal dengan jam kerja tinggi dan pendapatan yarig rendah. Hubungan antara migran dengan daerah asal sangat erat. Walaupun upah mereka di kota rendah, tetapi mereka sempat juga menyisihkan sebagian dari pendapatan mereka untuk dikirim kepada keluarganya di desa asal. Kiriman ini (remitan) mempunyai nilai ekonomi tinggi bagi keluarga di daerah asal. Implikasi kebijaksanaan yang disarankan antara lain sebagai berikut. Di daerah pedesaan, memperbanyak balai-balai latihan kerja bagi penduduk. Memberikan rangsangan bagi pengusaha untuk mendirikan industri di daerah pedesa¬an dengan memanfaatkan sumber daya yang ada. Untuk daerah di luar Jawa sektor pertanian di daerah pedesaan dikembangkan sehingga dapat berfungsi sebagai bentuk awal pusat-pusat pertumbuhan. Di kota perlu diadakan pengaturan dan pengembangan sektor informal, dan menempatkan pembangunan sektor informal di dalam kerangka perencanaan perkotaan di seluruh Indonesia. |