Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih mempunyai banyak sekali masalah sosial yang perlu diperhatikan, salah satunya adalah masalah penyalahgunaan zat psikoaktif. Hal ini menunjukkan bahwa masalah penyalahgunaan zat psioaktif masih memerlukan perhatian khusus sampai sekarang karena memang dapat mengakibatkan gangguan pada fungsi biologis dan gangguan mental dan perilaku pada para pengguna zat psikoaktif. Hal ini kemudian dapat diatasi dengan adanya pusat rehabilitasi yang dapat membantu mereka untuk pulih. Akan tetapi ternyata jaminan bagi mereka untuk kembali pulih ternyata sangat kecil. Hal ini terutama karena dipengaruhi ketidaksiapan dari individu itu untuk masuk kembali ke dalam masyarakat, seperti ajakan teman untuk memakai lagi, cara coping terhadap masalah yang kurang terlatih, dukungan yang tidak ada dari significant other mereka, sugesti yang timbul karena individu mengalami suatu masalah. Saat ini di Indonesia, ada beberapa LSM yang bergerak dalam bidang Harm Reduction. LSM ini kemudian mencoba untuk merekrut staf - stafnya yang berasal dari mantan pengguna agar mereka dapat lebih mengenal dengan baik 'medan' yang akan dijalani sehingga pada akhirnya program ini dapat berjalan lebih lancar. Akan tetapi ada beberapa bahaya yang dapat mengancam para staf ini, terutama ancaman bahwa mereka masih memungkinkan untuk jatuh lagi dan mengkonsumsi NAPZA. Hal ini dikarenakan lingkungan kerjanya yang tidak jauh dari hal - hal yang dapat mengingatkan mereka pada pengalaman ketika masih menjadi pecandu. Oleh karena itu peneliti ingin menerapkan manajemen relaps bagi staf LSM Stigma berdasarkan kebutuhan mereka saat ini. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif yang dilakukan melalui in-depth interview. Data hasil wawancara disusun melalui transkrip verbatim, kemudian peneliti melakukan koding. Setelah itu, data hasil wawancara masing-masing subyek dianalisis berdasarkan teori yang ada. |