Cara bertanya sangat menentukan jawaban yang merupakan respons terhadap pertanyaan itu, dan sering sekali kesalahan menyusun pertanyaan merupakan sumber dari kesenjangan yang terus berlanjut mencemari pikiran kita. Begitulah orang-orang Barat terjebak dalam perangkap pertanyaan yang mereka bikin, dan hanya kemahiran kita untuk meluruskan pertanyaan-pertanyaan itu kembali yang dapat meluruskan jawaban dan pikiran kita selanjutnya. Begitulah dengan cara bertanya yang baik saya berhasil membangun filsafat ilmu pengetahuan baru, filsafat yang menjadi dasar bagi ilmu pengetahuan. Selanjutnya saya juga menemukan jembatan yang hilang, Jembatan yang menghubungkan filsafat dengan agama, sehingga agama kembali ke fungsinya semula sebagai sumber segala sumber, sebagai ilmu segala ilmu. Melalui jalan rintis yang tidak dikenal oleh pemikir-pemikir Barat, jalan rintis yang dulu pernah dilalui oleh Ghazali, saya menemukan hukum-hukum baru, yakni hukum paritas dan hukum kewargaan, sesudah saya menemukan rukun iman sebagai inti paradigma ilmu, Menempuh jalur pikiran yang dirintis oleh Kuhn, saya berhasil menciptakan paradigma keilmuan agamawi, yang terdiri dari rukun iman dengan hukum paritas dan hukum kewargaan. Pemugaran dunia ilmiah dengan mudah dapat dilihat dari penerapan hukum paritas, yang menyatakan bahwa obyektifitas itu harus subyektif. Setiap konsep humanistic tidak cukup diberi definisi obyektif, tetapi harus diperkuat dengan definisi subyektif yang menjadi pasangannya. Definisi subyektif dari suatu konsep hanya bisa dicari dari ajaran agama. Dalam bentuk itulah agama menyatu dengan ilmu pengetahuan, atau berfungsi se bagai dasar bagi ilmu pengetahuan. Hukum kewargaan secara operasional melahirkan asas keunikan dan asas hierarki sistem kedirian. Dengan kedua asas inilah dapat diperlihatkan hierarki yang mapan antara rukun iman, paradigma ilmu, dan ideologi sehingga kita dapat melepaskan diri dari kesemerawutan pikiran yang berkaitan dengan persaingan atau kesenjangan kepentingan antara ketiga wawasan kedirian itu. Lahirlah suatu asas tunggal dalam versi yang benar-benar baru asas tunggal yang bersumber dari rukun iman, realisasi dari kredo Bhinneka Tunggal Ika. Suatu keajaiban terjadi, bagaimana kita berhasil membangun ilmu humanistik yang disebut Humanika sebagai General Science yang menjadi dasar bagi semua ilmu-ilmu disipliner lainnya, analog dengan Mekanika sebagai General Science dalam ilmu kebendaan. Lenyaplah tuduhan bahwa ilmu-ilmu sosial tidak lebih dari pada pseudo science, dan anggapan bahwa science itu ilmu fisika suatu pandangan yang menggambarkan penyakit reduksionis, dalam dunia ilmu. Hukum paritas berarti suatu imperatif yang dahsyat agar dunia ilmu pengetahuan membuka pintu subyektivitas yang terkunci rapat, yang menyebabkan agama ditolak untuk masuk ke dalam dunia ilmu pengetahuan, mendukung berkibarnya bendera netralitas etik. Kini ilmu pengetahuan hanyalah merupakan kulit luar di dunia obyektif rasional yang relatif itu, yang di dalamnya mengandung fitrah yang bersih, Ruh yang suci. Dalam arti itulah agama berkembang, karena ilmu pengetahuan tidak lain daripada aktuasi fitrah di dunia obyektif rasional, sehingga agama tetap baru, menjiwai ilmu pengetahuan yang terus berkembang. Begitulah seharusnya manusia sebagai makhluk Surga menunaikan segala tugas dan kewajibannya sebagai Hamba Allah dan Kalifatullah di bumi. |