Bangsa Indonesia, sebagaimana bangsa-bangsa lain, telah memasuki era ekonomi bebas, yang akan dimulai dengan bidang perdagangan dan intvestasi di awal abad ke-21 tepatnya tahun 2003, tahun yang lalu. Mulai tahun itu, negara-negara di kawasan ASEAN akan menerapkan perdagangan dan investasi bebas. Dengan liberaiisasi perdagangan dan investasi tersebut, produk satu negara berupa barang dan jasa akan terjadilah persaingan yang sangat tajam antara penawaran produk dan jasa dari berbagai negara. Untuk dapat menang dalam persaingan di pasar dunia kualitas barang dan jasa yang diproduksikan dan ditawarkan harus unggul. Globalisasi akan diwarnai oleh berbagai perubahan mendasar dengan laju kecepatan luar biasa (mega speed). Hal itu harus sejak dini diantisipasi dan secara efektif dan proaktif dipersiapkan melalui pembinaan dan pembimbingan serta penyuluhan sumber daya manusia (SDM) yang terus menerus, baik oleh lembaga-lembaga pendidikan maupun organisasi-organisasi perusahaan. Perubahan-perubahan yang terjadi di abad ke-21 ini sulit diperkirakan dengan cermat, tetapi hanya dapat diprediksikan mengingat kemajuan dan perubahan yang amat cepat kadang-kadang melebihi kecepatan perkiraan manusia. Meskipun demikian, suatu pegangan yang menjadi dasar dan visi masa depan harus tetap digariskan serta dipegang teguh agar segala langkah-langkah tetap memiliki landasan dan arah yang konkrit. Perubahan-perubahan dan pergeseran-pergeseran seperti itu bukan saja merupakan tantangan tetapi sekaligus membuka peluang kemungkinan baru, harapan-harapan baru, serta kesempatan-kesempatan baru, yang jauh lebih besar dibandingkan dengan masa manapun dalam sejarah peradaban manusia. Untuk menghadapi era liberalisasi tersebut, maka pemerintah negara negara bersangkutan bersama lembaga-Iembaga pendidikan dan organisasi-organisasi perusahaan perlu melakukan persiapan seperlunya, khususnya persiapan pembinaan SDM-nya. Kesiapan bangsa Indonesia akan banyak tergantung pada bagaimana menyiapkan kualitas SDM dan kualitas masyarakat Indonesia, sehingga mereka memiliki kemampuan dan ketangguhan untuk menjawab tantangan tersebut dan sekaligus memanfaatkan peluang-peluang dan kesempatan-kesempatan yang tersedia. Kenyataan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini adalah rendahnya mutu SDM-nya, seperti yang terungkap dalam data United Nations Development Programme (1991-1994). Data tersebut menyebutkan bahwa Indeks Pengembangan Manusia Indonesia adalah 0,499-0,586. Angka ini tergolong dalam kategori rendah-kurang, dan berada dalam peringkat 98-105 di atas 173 negara. Sementara itu gambaran SDM Indonesia dewasa ini juga lemah, meskipun bukan yang terlemah, jika dibandingkan dengan SDM negara-negara serumpun ASEAN. Hal ini diantara lain tercermin dari: a. Penduduk buta huruf sampai tahun 1995: 14%, sedang negara-negara Korea Selatan, Thailand, Filipina, Singapura, dan Sri Langkah : 2-12%. b. Kemampuan penguasaan IPTEK tahun 1991: 0,5%, sedang Taiwan : 4,2%, Korea : 6% dan Jepang : 6 %. c. Peringkat ketahanan SDM, menurut Human Development Inex (HDI) yang dirangkum dari faktor-faktor : pendidikan, umur, harapan hidup rata-rata, dan pendapatan per kapita, dengan ukuran : rendah mendekati 0 dan tinggi mendekati 1. Ukuran HDI tahun 1996, dari 174 negara, Indonesia berada dalam peringkat 102, dengan Index 0,641. Negara-negara ASEAN lainnya sudah masuk peringkat 34-35 dengan indeks rata-rata 0,885 dan 0,826 d. Komposisi tenaga kerja Indonesia dewasa ini kurang : lulusan SD 60%. Lulusan SLTP 20%, lulusan SLTA 15%., dan 5% lulusan Perguruan Tinggi. (Winarno, 1998:4) |