Anda belum login :: 23 Nov 2024 21:26 WIB
Detail
BukuPerbedaan Profil Kepribadian Anak Pesantren dan Non-Pesantren (Studi Melalui Fairy Tale Test)
Bibliografi
Author: PARAMITA, MIRANTI DYAH ; Halim, Magdalena Surjaningsih (Advisor)
Topik: Anak; Kepribadian; Pesantren; Madrasah; Fairy Tale Test
Bahasa: (ID )    
Penerbit: Fakultas Psikologi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya     Tempat Terbit: Jakarta    Tahun Terbit: 2008    
Jenis: Theses - Undergraduate Thesis
Fulltext: Miranti Dyah Paramita Undergraduated Theses.pdf (364.78KB; 40 download)
Ketersediaan
  • Perpustakaan Pusat (Semanggi)
    • Nomor Panggil: FP-1240
    • Non-tandon: tidak ada
    • Tandon: 1
 Lihat Detail Induk
Abstract
Dengan maraknya tindak penyalahgunaan narkoba, pergaulan bebas serta tindak kriminal lainnya yang menandakan terjadinya degradasi moral; orang tua berupaya mengantisipasi dampak negatif globalisasi tersebut dengan menanamkan pendidikan agama sejak dini pada putra-putri mereka. Pendidikan agama diharapkan mampu menjadi tameng atas dampak negatif yang ditimbulkan globalisasi bagi anak. Lembaga pendidikan seperti pesantren dan madrasah atau yang dalam penelitian ini disebut juga lembaga pendidikan non-pesantren, sama-sama mengedepankan pendidikan agama melalui ajaran-ajaran yang mengandung nilai sosial-agama Islam. Perbedaan utama pada kedua lembaga pendidikan tersebut adalah kehidupan asrama pada pesantren dan non-asrama pada madrasah dimana terdapat perbedaan latar belakang tingkat ekonomi keluarga. Berdasarkan persamaan nilai-nilai ajaran agama yang diajarkan dengan perbedaan lingkungan tempat anak menerapkan ajaran tersebut peneliti asumsikan dapat mempengaruhi profil kepribadian anak yang menjalani pendidikan di dalamnya. Setelah mengetahui profil kepribadian anak pada masing-masing lembaga pendidikan tersebut, peneliti juga ingin mengetahui apakah terdapat perbedaan profil kepribadian antara anak pesantren dan non-pesantren. Guna mengetahui perbedaan profil kepribadian antara anak yang menjalani kehidupan pesantren dan non-pesantren, peneliti menggunakan metode proyektif melalui Fairy Tale Test (FTT) yang terdiri atas 29 subskala dengan teori kepribadian Freud sebagai acuan. Karakteristik sampel dalam penelitian ini adalah anak dengan rentang usia 6 – 12 tahun baik laki-laki maupun perempuan yang sesuai dengan tujuan penelitian, yakni anak usia Sekolah Dasar yang menetap di pesantren dan anak yang menjalani kehidupan non-pesantren, dengan jumlah 16 anak pesantren dan 23 anak non-pesantren. Berdasarkan uji perbedaan, diperoleh hasil bahwa tidak terdapat perbedaan profil kepribadian anak pesantren dan non-pesantren pada 29 subskala FTT melalui tes U-Mann Whitney menggunakan program SPSS. Perbedaan signifikan pada profil kepribadian anak pesantren dan non-pesantren sifatnya hanya marginal pada subskala Sense of Privacy (SPRIV), Aggression as Defense (AGRDEF), dan Sexual Preoccupation (SP). Berdasarkan penilaian, diperoleh hasil bahwa kedua populasi menunjukkan tingginya skor pada subskala Relationships with Mother (RELMO). Hal ini menunjukkan kurnag baiknya hubungan antara anak dengan Ibu. Selain itu diperoleh pula hasil lebih seringnya kemunculan defense mechanism pada kelompok anak non-pesantren dibanding kelompok anak pesantren khususnya pada defense mechanism – denial. Hal ini menjelaskan kemunculan yang tinggi pada subskala Instrumental Aggression (AGRINSTR) yang bertentangan dengan skor pada subskala Morality (M) yang tinggi. Peneliti berkesimpulan bahwa pada anak madrasah terdapat pertentangan antara dorongan agresi yang tidak sesuai dengan normal moral (M) yang kemudian disangkal dan terlihat melalui kemunculan defense mechanism – denial. Pada anak pesantren terdapat aturan yang membatasi waktu penggunaan barang yang sifatnya materiil dan kurang menunjang pendidikan mereka serta terdapat keterbatasan waktu untuk bertemu dengan orang tua. Kondisi ini digambarkan melalui kemunculan subskala Sense of Property and Ownership (SPRO), Anxiety Loss (ANX (LOSS)), serta separation anxiety yang lebih tinggi pada kelompok anak pesantren khususnya anak pesantren berjenis kelamin lakilaki. Peneliti berkesimpulan bahwa pada kelompok anak pesantren berjenis kelamin laki-laki terdapat kebutuhan untuk mengkontrol barang atau orang yang memiliki keterikatan emosi atau memiliki arti baginya sehingga muncul kecemasan akan kehilangan apabila kebutuhannya tersebut tidak terpenuhi. Saran yang dapat diberikan oleh peneliti berdasarkan hasil penelitian ini adalah bahwa masing-masing institusi pendidikan memberikan intervensi kepada orang tua khususnya ibu untuk memberikan lebih banyak perhatian guna memperbaiki kualitas hubungan antara anak dan ibu. Khusus kepada lembaga pendidikan pesantren, peneliti menyarankan penambahan keleluasaan jadwal komunikasi antara santri dan orang tua yang memiliki keterbatasan waktu pertemuan. Hal tersebut diharapkan dapat mengurangi tingkat kecemasan yang dimiliki santri akibat keterpisahan dengan orang tua.
Opini AndaKlik untuk menuliskan opini Anda tentang koleksi ini!

Lihat Sejarah Pengadaan  Konversi Metadata   Kembali
design
 
Process time: 0.15625 second(s)