Penelitian ini dibuat berangkat dari fenomena perilaku agresi overt pada anak yang mulai marak berkembang. Agresi overt adalah perilaku agresi yang dapat dilihat oleh mata, baik perbuatan maupun hasilnya. Agresi overt pada anak merupakan bentuk dominan dari ekspresi rasa marah, kecewa, dan frustrasi berkepanjangan. Salah satu penyebab munculnya perilaku agresi overt pada anak ini adalah interaksi ibu dengan anaknya. Baik ibu yang bekerja (perempuan yang bekerja dan memperoleh penghasilan dari pekerjaannya tersebut) maupun ibu tidak bekerja (perempuan yang pekerjaannya adalah mengurus rumah tangga dan tidak mendapatkan uang dari pekerjaan tersebut) memiliki kecenderungan untuk menyebabkan agresivitas pada anak. Pada ibu bekerja, kurangnya waktu interaksi dengan anak menyebabkan anak frustrasi dan melakukan perilaku agresi. Sementara pada ibu tidak bekerja, ibu memiliki kecenderungan untuk merasa frustrasi karena merasa kehilangan pekerjaan atau karena alasan lain menjadi mudah marah dan melakukan agresi kepada anaknya, sehingga dapat mempengaruhi anaknya untuk melakukan perilaku agresi pula. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa profesi ibu dapat mempengaruhi agresivitas anak. Namun, sejauh mana perbedaan tingkat agresi antara anak yang diasuh oleh ibu bekerja dan ibu tidak bekerja belum diketahui dengan jelas. Untuk mengukur tingkat agresi overt pada anak, digunakan Alat Ukur Agresi Overt yang tersusun dari 24 item, yaitu 10 item agresi fisik dan 14 item agresi verbal dan dapat mengukur konstruk agresivitas pada anak. Karakteristik sampel dalam penelitian ini adalah anak yang diasuh oleh ibu bekerja dan tidak bekerja, berusia 9-11 tahun dan bertempat tinggal di Jakarta. Berdasarkan uji statistik t – test: case II: Independent Means terhadap 144 responden (76 anak yang ibunya bekerja dan 68 anak yang ibunya tidak bekerja), ditemukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada tingkat agresivitas antara anak yang ibunya bekerja dan tidak bekerja. Hal ini dikarenakan adanya faktor – faktor lain berupa fantasi agresi, lingkungan sekolah, dan media selain profesi ibu yang juga dominan dalam membentuk perilaku agresi overt pada anak. Berangkat dari hasil penelitian yang belum mencapai signifikansi dalam hubungan ibu dengan anaknya sebagai sebab-akibat terbentuknya agresi ini, peneliti menyarankan adanya pihak-pihak lain yang bersedia melakukan penelitian lanjutan untuk mengenal lebih dalam dan melakukan intervensi terhadap agresi overt, sehingga diharapkan perilaku yang memiliki dampak negatif bagi pelaku maupun korbannya ini tidak berkembang dari waktu ke waktu. |