Pendidikan adalah hak setiap anak. Sayangnya, tidak semua anak di Indonesia ini, baik anak reguler maupun anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) mendapatkan pendidikan yang layak. Berdasarkan berbagai penelitian, ABK terbukti jauh lebih mampu mengembangkan potensi dan bersosialisasi jika mereka bergaul dengan anak-anak reguler. Oleh karena itu, pendidikan inklusi merupakan cara yang ditempuh pemerintah untuk memperluas kesempatan ABK mendapatkan pendidikan yang layak. Pendidikan inklusi baru dirintis pembentukannya di masing-masing kotamadya DKI Jakarta pada tahun pelajaran 2003-2004 oleh karena itu sekolah-sekolah inklusi masih harus beradaptasi dengan sistem pendidikan inklusi itu sendiri. Hal-hal yang ada dalam pendidikan inklusi adalah sekolah, guru, orangtua (baik orangtua siswa reguler maupun orangtua ABK), dan siswa (siswa reguler dan ABK). Hal-hal tersebut merupakan hal yang penting dalam pelaksanaan pendidikan inklusi. Oleh karena itu, agar pelaksanaan pendidikan inklusi dapat berjalan dengan lancar, hal-hal tersebut harus diperhatikan. Guru diperlukan untuk membimbing ABK, mendampingi ABK di sekolah, dan bekerja sama dengan orangtua dalam mendidik dan mengajar ABK. Oleh karena itu, peneliti memfokuskan perhatian pada guru. Sikap merupakan salah satu faktor internal guru yang dapat berpengaruh dalam kegiatan belajar mengajar. Sikap guru yang positif sangat penting pada kesuksesan pelaksanaan inklusi. Tanpa sikap positif guru, maka pendidikan inklusi hanya akan menjadi penempatan ABK secara fisik dan tidak akan membuat anak tersebut berkembang. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Karakteristik sampel pada penelitian ini adalah guru yang berusia ± 20-65 tahun, pria dan wanita, yang mengajar di sekolah negeri inklusi di Jakarta, baik SD maupun SMP. Jumlah sampel yang digunakan untuk penelitian ini adalah 48 orang guru. Berdasarkan hasil penelitian ini, salah satu kesimpulan yang didapatkan adalah tidak ada kecenderungan sikap tertentu pada guru-guru yang mengajar di sekolah inklusi terhadap pendidikan inklusi. Selain itu, ada beberapa hal yang menarik untuk didiskusikan, salah satunya adalah faktor-faktor pembentuk sikap yang diungkapkan Azwar (2005) yang terdiri dari pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan lembaga agama, dan faktor emosi ternyata memiliki pengaruh yang cukup signifikan dalam menentukan sikap seseorang. Peneliti juga memberikan beberapa saran berkaitan dengan kekurangan penelitian ini, yaitu : memberikan pelatihan dan seminar, menyediakan guru pendidikan khusus, dan memberikan evaluasi yang berbeda bagi ABK. |