Sebesar 30 hingga 50 persen kegagalan yang terjadi di dunia bisnis disebabkan oleh perilaku kontraproduktif yang dilakukan oleh karyawan di tempat kerja. Beberapa perilaku yang sering ditampilkan antara lain, korupsi, menerima uang suap, maupun mencuri. Perilaku-perilaku yang merugikan tersebut merupakan bentuk penyimpangan akibat rendahnya integritas karyawan. Oleh karena itu, dirasakan adanya kebutuhan untuk menyaring karyawan yang memiliki integritas yang baik. Integritas adalah kemampuan untuk bertindak sesuai dengan nilai-nilai, norma, dan aturan yang berlaku secara sadar dan konsisten. Integritas diukur dengan dua skala, yaitu overt dan covert integrity. Overt integrity adalah sikap dan perilaku yang berkaitan dengan pencurian dan kontraproduktif. Sementara covert integrity adalah trait/aspek kepribadian yang merupakan prediktor dari kejujuran. Dalam kaitannya dengan perbedaan integritas pada tiap karyawan, peran kepribadian sangat besar dalam menentukan integritas seseorang. Hal ini dikarenakan orang yang memiliki integritas akan menampilkan kejujuran dalam perilakunya, apa yang dilakukan sesuai dengan apa yang dipikirkan dan diyakininya, meskipun tiada orang yang mengawasinya. Selain itu, diketahui pula terdapat trait kepribadian tertentu yang berkorelasi dengan integritas. Dari pengetahuan tersebut, maka dengan mengetahui aspek kepribadian yang memiliki korelasi dengan integritas, dapat diperkirakan perilaku integritas yang akan ditampilkan seseorang (overt). Menurut Raymond B. Cattell, trait kepribadian merupakan tendensi atau kecenderungan yang relatif permanen dalam diri individu dan digunakan sebagai batas kepribadian seseorang. Berdasarkan 16 Personality Factor (16PF), Cattell mengukur trait kepribadian individu melalui 16 faktor, yaitu faktor A, B, C, E, F, G, H, I, L, M, N, O, Q1, Q 2, Q3, dan Q4. Masing-masing faktor ini menggambarkan kecenderungan pola pikir, rasa dan perilaku pada masing-masing faktor. Berdasarkan pernyataan tersebut, peneliti memiliki asumsi bahwa faktor-faktor dalam trait kepribadian tersebut memiliki hubungan dengan integritas karyawan. Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental yang bersifat korelasional. Pengambilan data dilakukan dengan menyebarkan kuisioner secara random kepada 80 orang karyawan yang bekerja di PT. Bank XX Kantor Pusat. Alat ukur yang digunakan adalah 16 Personality Factor (16PF) form C yang dikonstruk oleh Cattel yang selanjutnya diadaptasi oleh Universitas Indonesia dan alat ukur overt integrity test yang disusun oleh Hoffman yang telah diadaptasi oleh dosen dalam penelitian payung integritas. Sesuai dengan persyaratan perhitungan statistik, pengujian hipotesis penelitian dilakukan dengan metode Pearson Product Moment pada data yang memiliki distribusi normal dan metode Spearman yang digunakan untuk menghitung korelasi pada data dengan distribusi tidak normal. Dari hasil perhitungan diketahui bahwa ho ditolak dan ha dterima pada faktor A, B dan G dari 16PF. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara faktor A, B dan G dari 16PF dengan integritas. Hubungan yang terjadi pada faktor A dan B dengan integritas adalah hubungan yang negatif. Sementara, hubungan yang terjadi antara faktor G dengan integritas adalah hubungan yang positif. Saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah menggunakan subyek penelitian dengan jumlah yang lebih banyak dan melibatkan karyawan tidak hanya di kantor pusat, jika tersedia waktu, tenaga dan biaya yang mencukupi. Sehingga hasil penelitian akan lebih representatif dalam menggambarkan populasi yang hendak diteliti. Dalam dunia kerja, penelitian ini dapat menjadi masukkan untuk proses rekrutmen, pelatihan dan pengembangan diri karyawan. |