Walaupun orientasi homoseksual sudah dikeluarkan dari daftar gangguan kejiwaan, namun pada kenyataannya, kaum homoseksual masih mendapatkan banyak perlakuan diskriminatif yang menyebabkan mereka memiliki kepercayaan yang negatif pada diri mereka, serta mengalami berbagai hambatan dalam perkembangan mereka. Mereka cenderung lebih sering menderita gangguan kesehatan mental berupa kecemasan dan depresi. Cognitive Behavioral Therapy (CBT) sudah terbukti banyak menunjukkan keberhasilan pada kasus depresi dan kecemasan. Selain itu, CBT juga menunjukkan keberhasilan pada klien homoseksual, terutama dalam mengatasi kepercayaan mereka yang negatif mengenai orientasi seksual mereka. CBT adalah teknik yang menggabungkan terapi kognitif dengan modifikasi perilaku. Teknik ini terstruktur, terarah dan lebih berfokus pada menyelesaikan masalah yang sedang dialami klien pada masa sekarang. Kaum homoseksual yang mengalami gangguan atau hambatan dalam kesehatan mental mereka banyak mencari bantuan dari lembaga atau pihak profesional karena mereka cenderung tidak memiliki dukungan sosial dari keluarga atau lingkungan mereka akibat orientasi seksual mereka yang terkadang masih ditutupi. Salah satu LSM di Jakarta yang memiliki misi memberikan bantuan pada kaum homoseksual adalah LSM Arus Pelangi. Konselor LSM Arus Pelangi mengalami kesulitan dalam melakukan proses konseling karena teknik yang saat ini mereka lakukan cenderung kurang terstruktur dan membutuhkan waktu yang relative panjang. Mereka sering terbawa arus klien bercerita hingga mereka kadang tidak menemukan inti dari permasalahan dan hanya terkesan sekedar mengobrol saja. Oleh karena itu, penulis memberikan pelatihan CBT pada para konselor untuk memberikan teknik yang lebih direktif, singkat dan terstruktur agar mereka lebih efektif melakukan proses konseling. Hasil pelatihan menunjukkan bahwa peserta sudah mampu mempraktekkan teknik CBT, namun masih kurang konkrit dalam memberikan home work bagi klien. Peserta masih kurang mampu melakukan proses assessment dengan baik pada kasus yang memiliki beberapa inti permasalahan. Selain itu, pelatihan ini memberikan hasil tambahan berupa munculnya insight pada peserta untuk mempraktekkan CBT dalam melakukan pelaporan kasus yang mereka tangani, sehubungan dengan kesulitan mereka memahami pelaporan kasus yang ada selama ini. Berdasarkan hasil analisa dan evaluasi, penulis merekomendasikan diadakan pelatihan CBT lanjutan untuk mempertajam kemampuan peserta dalam melakukan assessment masalah dengan menggunakan teknik-teknik praktis dan terstruktur, serta melakukan pelatihan untuk menuliskan laporan kasus dengan memasukkan teknik CBT yang terstruktur. Waktu pelaksanaa pelatihan disarankan minimal tiga kali pertemuan dengan tambahan materi teknik assessment dan proses konseling CBT yang lebih detil. Selain itu, disarankan proses evaluasi yang lebih komprehensif dan jangka panjang guna melihat keberhasilan pelatihan dalam pekerjaan nyata mereka. |