Hubungan antara dokter dan pasien tidak hanya sebatas hubungan kepercayaan saja, namun juga merupakan hubungan hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak. Hubungan tersebut merupakan hubungan timbal balik yang timbul karena adanya suatu perbuatan hukum, yaitu adanya kesepakatan untuk melakukan tindakan medik antara dokter dan pasien. Dalam hubungan tersebut dapat timbul permasalahan berkaitan dengan tanggung jawab perdata, bila dokter melakukan praktek tidak sesuai dengan kompetensinya. Dalam kasus semacam itu perlu dibahas tentang perlindungan hukum bagi pasien yang menjadi korbannya, dan sanksi bagi dokter yang terbukti melanggar kompetensi. Pada prakteknya dokter yang terbukti melakukan praktek tidak sesuai dengan kompetensinya dapat dimintakan tanggung jawab etik, tanggung jawab hukum, dan tanggung jawab disiplin. Dokter yang terbukti melakukan praktek tidak sesuai dengan kompetensinya dapat diberikan sanksi etik kedokteran, sanksi pidana, perdata, disiplin dan juga sanksi administratif sebagai wujud dari perlindungan terhadap pasien yang menjadi korban dari dokter yang praktek tidak sesuai dengan kompetensinya. Hal tersebut diatur di dalam Undang-Undang No.29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran, serta KUHPerdata. Oleh karena itu, setiap dokter diharapkan meningkatkan keterampilan, pengetahuan dan kemampuan diagnostiknya dalam rangka memenuhi kompetensinya sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran. Uji kompetensi seharusnya dilakukan kepada dokter baru (setelah ada Undang-Undang No.29 Tahun 2004) maupun dokter lama (sebelum ada Undang-Undang No.29 Tahun 2004) |