Anda belum login :: 27 Nov 2024 07:10 WIB
Home
|
Logon
Hidden
»
Administration
»
Collection Detail
Detail
Pengaturan Sistem Pembuktian Terbalik Dalam Perkara Tindak Pidana Suap
Bibliografi
Author:
FURYANTI, FRANCISKA DWI MEILANI
;
Nugroho, F. Hartadi Edy
(Advisor)
Topik:
Pembuktian Terbalik
;
Suap
Bahasa:
(ID )
Penerbit:
Fakultas Hukum Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
Tempat Terbit:
Jakarta
Tahun Terbit:
2008
Jenis:
Theses - Undergraduate Thesis
Fulltext:
Fransiska Dwi Meilani Furyanti's 1 Undergraduate Theses.pdf
(600.98KB;
41 download
)
Ketersediaan
Perpustakaan Pusat (Semanggi)
Nomor Panggil:
FH-2531
Non-tandon:
tidak ada
Tandon:
1
Lihat Detail Induk
Abstract
Seiring dengan bergulirnya reformasi, korupsi menjadi salah satu agenda penting yang harus diselesaikan oleh bangsa Indonesia . Tindak pidana suap sebagai bagian dari tindak pidana korupsi merupakan tindak pidana yang bersifat bersembunyi dan sangat sulit untuk dibuktikan. Kesulitan pembuktian tindak pidana suap merupakan hambatan dalam proses pengungkapan terjadinya tindak pidana suap. Mekanisme
pembalikan beban pembuktian atau yang lebih dikenal sebagai sistem pembuktian terbalik merupakan mekanisme yang dianggap merupakan suatu solusi untuk mengungkap tindak pidana suap. Sistem pembuktian terbalik didefinisikan sebagai
suatu mekanisme pembuktian dimana pihak yang dianggap bersalah yang mempunyai kewajiban untuk membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah. Mekanisme pembuktian terbalik sebenarnya bukan merupakan suatu hal yang benar – benar baru dalam sistem hukum pidana Indonesia. Mekanisme ini telah disebutkan dalam beberapa kebijakan
legislasi yaitu UU No.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan UU No.15 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Khusus untuk kebijakan legislasi yang mengatur
tentang korupsi dan suap, mekanisme ini diatur dalam UU No.20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi walaupun sejak UU No.5 tahun 1960 dan UU No.3 tahun 1971 telah menyebutkan mengenai sistem pembuktian terbalik. Pada dasarnya, dalam setiap pemeriksaan di
persidangan untuk kasus korupsi maupun suap terdakwa diberi hak ( kesempatan )
untuk membuktikan bahwa dirinya tidak melakukan tindak pidana korupsi. Sistem pembuktian terbalik merupakan suatu kewajiban bagi Terdakwa penerima gratifikasi 10 juta rupiah atau lebih dan untuk membuktikan harta benda yang belum didakwakan bukan merupakan hasil tindak pidana korupsi. Kebijakan legislasi yang telah diatur
sedemikian rupa tidak serupa pada tatanan aplikatifnya. Sistem pembuktian terbalik
hingga saat ini belum pernah diterapkan baik dalam kasus tindak pidana korupsi maupun suap karena pelaksanaannya masih tergantung pada wewenang hakim untuk menerapkannya atau tidak dalam persidangan.
Opini Anda
Klik untuk menuliskan opini Anda tentang koleksi ini!
Lihat Sejarah Pengadaan
Konversi Metadata
Kembali
Process time: 0.125 second(s)