Kebebasan berkreasi adalah hak setiap warganegara, salah satunya adalah penyiaran. Seiring semakin bebas dan berkembangnya penyiaran semakin bervariasilah penayangan acara televisi, tetapi tidak semua acara televisi tersebut memberikan informasi, pengetahuan dan pendidikan yang baik bagi masyarakat, sehingga menimbulkan pengaruh dan dampak yang kurang baik bahkan buruk bagi masyarakat. Sebagai contoh tayangan Smackdown yang disiarkan di stasiun Lativi, dengan menonton acara tersebut anak-anak meniru adegan di tayangan itu dalam kehidupan sehari-sehari, sehingga banyak memakan korban. Masalah yang diteliti dalam penulisan skripsi ini adalah ingin mengetahui kasus penayangan Smackdown yang disiarkan stasiun TV Lativi sebagai pelanggaran terhadap Undang-undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Metode yang digunakan adalah metode yuridis sosiogis. Sifat penelitian yang digunakan adalah deskriptif, di mana menggunakan 2 macam cara pengumpulan data yaitu kepustakaan (diperoleh dari buku, majalah, koran, dan internet) dan penelitian lapangan diperoleh dari wawancara dengan seorang mantan anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Redaktur Pelaksana Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Dengan penayangan Smackdown Lativi melanggar UU Penyiaran, Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Penyiaran (P3SPS), dan UU Perlindungan Konsumen, sehingga stasiun TV Lativi dikenakan sanksi administratif. Jika penonton sebagai konsumen ingin menggugat pihak Lativi dapat menggugat dengan class action didampingi oleh YLKI dan KPI. Sebaiknya Lativi dan lembaga penyiaran lainnya mengerti betul ketiga undang-undang tersebut sehingga tidak terjadi pelanggaran dan merugikan penonton sebagai konsumen |