Penghinaan diatur secara khusus di dalam Bab XVI Kitab Undangundang }Iukum Pidana (KUHP) yang terdiri atas 12 Pasal, yakni Pasal 310 sampai Pasal 321. Penghinaan adalah menyerang nama baik dan kehormatan seseorang, sehingga orang tersebut merasa dirugikan. Delik penghinaan adalah delik aduan. Oleh karena itu pada umumnya hanya bisa dituntut apabila ada pengaduan dan orang yang merasa dirugikan, kecuali jika penghinaan itu dilakukan terhadap seorang pejabat pemerintah yang sedang melaksanakan tugasnya yang sah, misalnya penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden, sebagaimana diatur dalam Pasal 134 KUHP yang harus dituntut, tanpa perlu ada pengaduan dan yang dihina. Secara etimologis, kata pers, atau press (Inggris) atau presse (Perancis), berasal dan bahasa latin yaitu Pressare, yang berasal dan kata premere, yang mempunyai arti “tekan” atau “cetak”. Defmisi terminologisnya adalah “media massa cetak”, yang disingkat menjadi “media cetak”. Di dalam menjalankan profesinya, Pers seringkali bersinggungan dengan permasalahan penghinaan yang dimuat dalam media massanya. Sehingga menyebabkan seseorang merasa dirugikan dengan apa yang dituliskan, dimuat dan dipublikasikan kepada masyarakat luas. Oleh karena itu diperlukan suatu peraturan perundang-undangan yang membatasi serta melindungi pers. Dalam setiap penegakan hukum kasus penghinaan melalui media massa, seringkali para pihak menggunakan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai dasar hukum untuk menyelesaikan kasus tersebut. Sedangkan di sisi lain, masih terdapat cara yang dapat ditempuh selain menggunakan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yaitu dengan menggunakan Undang-Undang No.40 tahun 1999 tentang Pers, yang di dalamnya mengatur mengenai penegakan hukum atas kasus penghinaan di media massa dengan cara mediasi melalui Dewan Pers. |