Sebagai pejabat umum notaris memiliki wewenang dan tugas pokok untuk membuat akta otentik sebagai alat bukti tertulis, mengenai keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum tertentu, untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi masyarakat pengguna jasa notaris. Saat ini notaris di Indonesia berpedoman pada Undang-Undang Jabatan Notaris No. 30 tahun 2004 dan Kode Etik Jabatan Notaris. Sejak berlakunya Undang–Undang No.30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, telah melahirkan perkembangan hukum, yang berkaitan langsung dengan dunia kenotariatan saat ini, diantaranya adalah perluasan kewenangan Notaris dalam membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan. Meskipun secara normatif kewenangan baru Notaris dalam membuat akta yang berkaitan dengan tanah sudah jelas dan dapat diimplementasikan, namun dalam prakteknya di lapangan kewenangan bagi para notaris untuk membuat aktaakta pertanahan yang merupakan amanah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris pasal 15 ayat 2f tersebut hingga saat ini belum dapat dilaksanakan. Karena dalam prakteknya di lapangan, pihak BPN hanya mau mengakui akta tanah yang dibuat oleh PPAT sebagai pejabat yang berwenang dalam membuat akta pertanahan dengan dasar hukum pada PP Nomor 37 Tahun 1998 dan PP Nomor 24 Tahun 1997 sebagai pelaksana dari Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 tahun 1960 (UUPA). |