Permasalahan mengenai peredaran persenjataan ringan dan kaliber kecil merupakan permasalahan yang kompleks. Keberadaan senjata ringan dan kaliber kecil yang sangat luas tidak hanya memfasilitasi pelanggaran terhadap hak asasi manusia, meningkatkan ketegangan dan konflik dalam masyarakat, memfasilitasi pelanggaran hukum humaniter internasional juga menghambat upaya rekonstruksi dan rekonsiliasi pasca konflik. Isu mengenai peredaran persenjataan ini tidak dapat terlepas dari bagiannya sebagai salah satu aktivitas dari kejahatan transnasional yang terorganisir (Transnational Organized Crime). Dalam menanggapi masalah ini, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menghasilkan United Nations Convention Against Transnational Organized Crime (Palermo Convention 2000) yang diikuti pula dengan protokol tambahannya yang dikenal dengan Protocol Against the Illicit Manufacturing of and Trafficking in Firearms, Their Parts and Components and Ammunition 2001. Adapun Konvensi dan Protokol tersebut menetapkan kewajiban bagi negara peserta yang menjadi salah satu bentuk dari tanggung jawab negara sebagai usaha untuk mencegah dan melawan maraknya produksi dan peredaran illegal persenjataan, bagian, komponen dan amunisinya. Tanggung jawab negara yang diatur dalam Article 2 Protokol terbatas pada tanggung jawabnya dalam usaha pencegahan dan perlawanan terhadap produksi dan peredaran illegal persenjataan. Lebih jauh, bila terjadi pelanggaran dan tindak kejahatan dalam hal produksi maupun peredaran persenjataan, menurut Article 10 Convention, tanggung jawabnya dibebankan menjadi tanggung jawab pihak yang melakukan tindak kejahatan dan pelanggaran tersebut (individual responsibility) dan bukan lagi menjadi tanggung jawab negara. |