Masih segar dalam ingatan kita, dalam tahun ini saja, dan bahkan beberapa bulan terakhir, berbagai bencana besar telah melanda kawasan Asia. Di mulai dengan Badai Nargis di Kawasan Delta Irawadi di Myanmar pada tanggal 3-4 Mei 2008 yang telah menimbulkan kerugian besar dan mengakibatkan tewas dan hilangnya lebih dari 133.000 orang dan rusaknya infrastruktur serta penderitaan yang ditimbulkan pasca bencana, serta lebih dari 500.000 orang kehilangan rumah, belum lagi persoalan pobtik yang menjadi kendala bagi pemberian bantuan internasional terhadap para korban. Pekerja bantuan kemanusiaan bahkan tidak mampu menjangkau sekitar 1,3 juta orang dan 2,4 juta orang yang selamat. Tak lama setelah bencana di Myanmar, pada tanggal 12 Mei 2008 terjadi bencana gempa bumi dengan skala 7,9 skala Richter yang berpusat di provinsi Sichuan, Republik Rakyat Cina, yang memporakporandakan provnsi Sichuan dan sekitarnya serta mengakibatkan kerugian yang tak kalah besarnya (katastropik), baik terhadap harta benda jiwa (sekitar 88.000 orang tewas atau hilang dan 5,5 juta pengungsi) serta hancumya berbagai fasilitas umum yang ada. Terakhir pada bulan Juni, badai Fengshen (angin dewa) dengan kecepatan 180 km/jam melanda Filipina, Hongkong dan Provinsi Guangdong di Cina Selatan. Badai Fengshen di Filipina menewaskan lebih dari 1000 orang, dimana sebagian besar adalah penumpang kapal Ferry Princess of Stars. Fakta-fakta di atas menunjukkan bahwa setiap tahun berjuta-juta manusia telah menderita karena bencana, baik bencana alam maupun bencana kemanusiaan. Setiap tahun masyarakat internasional dihadapkan pada tantangan merespons krisis yang melebihi kapasitas infrastruktur nasional yang ada. Selama ini tidak terdapat instrumen hukum yang komprehensif yang terdiri dari kaidah, prinsip dan standard bagi perlindungan dan upaya bantuan terhadap korban bencana tersebut. Seringkali terjadi operasi penanggulangan dilakukan berdasarkan sistem dan aturan yang bersifat temporer dan instan yang menunjukkan disparitas antara satu Negara dengan Negara yang lain sehingga tidak menjamin pemberian bantuan bagi korban secara cepat dan efektif, yang pada akhirnya meletakkan kehidupan dan martabat manusia pada resiko yang besar. |