Merger merupakan penggabungan usaha (business combination) dari dua atau lebih perusahaan menjadi satu perusahaan. Dari sudut pandang Undang-undang Pajak Penghasilan dalam proses penggabungan usaha dianggap terjadi pengalihan harta. Penulis melihat masih banyak terjadi perdebatan dala proses transaksi penggabungan usaha dalam sistem perpajakan di Indonesia. Salah satu masalah yang sering terjadi adalah pada saat penyerahan aset dari perusahaan transferor ke surviving company. Sebagaimana diatur dalam KMK 422/KMK.04/1998 yang ditegaskan melalui SE 21/PJ.42/1999, dalam melakukan transaksi penggabungan usaha dapat menggunakan nilai buku sepanjang kedua perusahaan yang terkait mengikuti ketentuan yang ditentukan. Namun, pada prakteknya masih banyak terjadi perbedaan persepsi dalam mengaplikasikan KMK 422/KMK 04/1998 antara Kantor Pajak dengan Wajib Pajak sendiri. Dalam penelitian ini penulis mencoba untuk menganalisa perbedaan persepsi yang terjadi pada proses pengalihan harta PT Z ke PT X (d/h PT Y) dalam rangka penggabungan usaha. Dalam kasus pengalihan harta tersebut, Direktorat Jenderal Pajak menyatakan penolakan atas pengajuan penggunaan nilai buku dalam rangka pengalihan harta PT Z ke PT X (d/h PT Y) dengan alas an tidak memenuhi aturan mengenai angsuran PPh pasal 25 dan tidak memenuhi kewajiban penyampaian SPT. |