Dalam melakukan suatu pembangunan diperlukan biaya yang sangat besar. Maka dari itu suatu negara memerlukan penerimaan negara untuk melakukan pembangunan tersebut. Penerimaan negara diperoleh dari penerimaan hasil ekspor yang akan menambah cadangan devisa negara. Utang luar negeri juga merupakan salah satu sumber penting untuk membiayai kegiatan pembangunan jika pemerintah tidak mampu lagi membiayai penbangunan tersebut melalui sumber penerimaan dalam negeri. Namun dalam dalam melakukan perdagangan internasional maupun melakukan pinjaman dibutuhkan suatu nilai tukar sebagai satuan hitungnya. Nilai ekspor dan utang luar negeri mempunyai dampak terhadap nilai tukar. Dengan meningkatnya nilai ekspor maka nilai tukar rupiah akan menurun, sehingga rupiah akan terapresiasi. Dan dengan meningkatnya utang luar negeri maka nilai tukar rupiah akan mengalami kenaikan, sehingga rupiah terdepresiasi. Berdasarkan penelitian, didapatkan koefisien utang luar negeri sebesar 1.3021 yang berarti bila utang luar negeri meningkat sebesar 1% menyebabkan nilai tukar berubah sebesar 1.3021% sehingga nilai rupiah terdepresiasi. Koefisien nilai ekspor yang didapat sebesar 0.2249 yang berarti bila nilai ekspor berubah 1% menyebabkan nilai tukar berubah sebesar 0.2249%, sehingga menyebabkan rupiah terdepresiasi. Seharusnya apabila nilai ekspor meningkat akan menambah cadangan devisa negara sehingga nilai tukar rupiah menguat dan rupiah terapresiasi. Namun pada kenyataannya nilai tukar rupiah terdepresiasi. Hal ini disebabkan karena adanya faktor-faktor eksogen antara lain adanya perubahan faktor politik, kondisi keamanan negara yang belum stabil serta adanya neraca pembayaran yang defisit akibat pengeluaran lebih besar dari penerimaan negara. |